Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan soal Buzzer (3): Akun-akun Palsu yang Menggiring Opini Publik

Kompas.com - 09/10/2019, 10:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

"Ada tim yang buat buzzer-nya. Kita buat akun fake, buat ramein kolom komentar Facebook dan Twitter dia, spam di forum-forum dan share artikel tentang dia," kata Dirga kepada Kompas.com.

Dirga dibayar per akun yang dibuat dan dikendalikannya. Akun yang dibuatnya itu, tentunya akun palsu atau bot.

Ia sendiri juga menghimpun banyak pengikut atau followers, dan meningkatkan engagement. Dua hal tersebut menjadi pertimbangan kelas buzzer atau influencer. Ada kelas 1, 2, dan 3.

"Kalau followers kan bisa beli," ujar Dirga.

Buzzer masih rendah di Indonesia

Peneliti Oxford Samantha Bradshaw dan Philip N Howard mengungkap bagaimana politisi dan pemerintah di berbagai belahan dunia memanfaatkan media sosial untuk kepentingan mereka.

Dalam penelitian berjudul The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation itu Indonesia disebut sebagai salah satu pengguna buzzer di media sosial.

Buzzer yang digunakan di Indonesia ada yang benar-benar orang dan ada yang akun bot. Sementara metode kampanyenya ada yang mendukung, menyerang oposisi, dan mempolarisasi atau memecah masyarakat.

Bentuk kontennya disinformasi atau hoaks, serta amplifikasi pesan dengan membanjiri tagar.

Namun penggunaan buzzer di Indonesia tergolong rendah bila dibanding negara lain. Di kategori rendah, kelompok-kelompok kecil buzzer hanya aktif saat pemilihan umum.

Mereka hanya menggunakan strategi tertentu seperti akun bot untuk mengamplifikasi hoaks. Mereka juga hanya beroperasi di negara sendiri tanpa melibatkan negara lain.

Tarifnya berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

Selain Indonesia, ada 69 negara lain yang diteliti. Negara yang termasuk tinggi penggunaan pasukan sibernya yakni Cina, Mesir, Iran, Israel, Myanmar, Rusia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Suriah, Venezuela, Vietnam, dan Amerika Serikat.

Negara-negara itu beroperasi dengan tim dan anggaran yang besar. Mereka punya tim khusus yang didedikasikan untuk bekerja setiap waktu di internet, bahkan juga berfokus mengurusi negara lain.

Mereka bahkan melakukan riset dan memanfaatkan data.

Twitter dan Facebook melawan

Fabrikasi pesan di media sosial untuk kepentingan politik ini sebenarnya sudah dicoba dihalau oleh platform yang bersangkutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com