KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Wamena menimbulkan trauma mendalam bagi para korban.
Berdasarkan laporan Kompas.com, Kamis (1/10/2019), beberapa korban kerusuhan Wamena yang mengungsi di Jayapura mengaku ingin kembali ke kampung halamannya terlebih dahulu untuk menghilangkan trauma.
Salah satu pengungsi bernama Riyami (51), misalnya, ia mengaku trauma dan takut melihat api dan pedang karena kerusuhan tersebut.
"Belum tahu karena masih trauma, saya kalau lihat api, pedang, sekarang jadi takut," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (1/10/2019).
Trauma memang susah dihilangkan bahkan bisa membuat seseorang tertekan dan stres karena masih terbayang-bayang akan kejadian menakutkan yang dialaminya.
Umunya, mereka yang mengalami trauma tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya sehingga trauma tersebut semakin parah. Lalu, bagaimana untuk mengatasi trauma?
Melansir Hello Sehat, setiap orang memang memiliki pendekatan masing-masing untuk menyelesaikan masalahnya.
Pengobatan dan terapi trauma pun juga dilakukan berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis trauma, dan kepribadian. Namun, ada cara umum untuk mengatasi trauma, berikut cara tersebut:
Baca juga: Sepak Terjang Benny Wenda, Disebut Dalang Kerusuhan Papua hingga Datangi Sidang PBB
Pengalaman seperti bencana alam, penganiayaan, atau kecelakaan dapat dengan mudah kembali teringat oleh penderita trauma melalui mimpi buruk, ingatan sekilas, ataupun ingatan yang mengganggu pikiran.
Biasanya, mereka yang mengalami trauma sering kali tidak dapat mengekspresikan emosi, menarik diri dari berbagai rutinitas dan lingkungan sosial, serta mengalami berbagai gejala gangguan kognitif.
Dalam jangka panjang, trauma juga dapat memicu depresi dan panic attack.
Untuk mengatasinya, kita perlu mencari tahu penyebab trauma lebih mendalam diperlukan untuk mengetahui bagaimana mencegah rasa trauma datang kembali.
Selain itu, bergabung dengan kelompok dukungan terkait trauma juga dapat membantu untuk mengingatkan bahwa kita tidak sendiri yang mengalami kondisi ini.
Menjauhkan diri dari orang terdekat malah dapat menyebabkan kita merasa sendiri, dan cenderung mengingat kembali apa yang membuat trauma.
Sebaliknya, berbagi cerita dengan seseorang dapat mengurangi tekanan pikiran dibanding menyimpan masalah yang dialami sendiri.