Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma Melanda Pengungsi Wamena, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Kompas.com - 01/10/2019, 12:36 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Sumber kompas.com,

KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Wamena menimbulkan trauma mendalam bagi para korban.

Berdasarkan laporan Kompas.com, Kamis (1/10/2019), beberapa korban kerusuhan Wamena yang mengungsi di Jayapura mengaku ingin kembali ke kampung halamannya terlebih dahulu untuk menghilangkan trauma.

Salah satu pengungsi bernama Riyami (51), misalnya, ia mengaku trauma dan takut melihat api dan pedang karena kerusuhan tersebut.

"Belum tahu karena masih trauma, saya kalau lihat api, pedang, sekarang jadi takut," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (1/10/2019).

Trauma memang susah dihilangkan bahkan bisa membuat seseorang tertekan dan stres karena masih terbayang-bayang akan kejadian menakutkan yang dialaminya.

Umunya, mereka yang mengalami trauma tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya sehingga trauma tersebut semakin parah. Lalu, bagaimana untuk mengatasi trauma?

Melansir Hello Sehat, setiap orang memang memiliki pendekatan masing-masing untuk menyelesaikan masalahnya.

Pengobatan dan terapi trauma pun juga dilakukan berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis trauma, dan kepribadian. Namun, ada cara umum untuk mengatasi trauma, berikut cara tersebut:

Baca juga: Sepak Terjang Benny Wenda, Disebut Dalang Kerusuhan Papua hingga Datangi Sidang PBB

1. Kenali gejalanya

Pengalaman seperti bencana alam, penganiayaan, atau kecelakaan dapat dengan mudah kembali teringat oleh penderita trauma melalui mimpi buruk, ingatan sekilas, ataupun ingatan yang mengganggu pikiran.

Biasanya, mereka yang mengalami trauma sering kali tidak dapat mengekspresikan emosi, menarik diri dari berbagai rutinitas dan lingkungan sosial, serta mengalami berbagai gejala gangguan kognitif.

Dalam jangka panjang, trauma juga dapat memicu depresi dan panic attack.

Untuk mengatasinya, kita perlu mencari tahu penyebab trauma lebih mendalam diperlukan untuk mengetahui bagaimana mencegah rasa trauma datang kembali.

Selain itu, bergabung dengan kelompok dukungan terkait trauma juga dapat membantu untuk mengingatkan bahwa kita tidak sendiri yang mengalami kondisi ini.

2. Mendekatkan diri kembali ke lingkungan sosial

Menjauhkan diri dari orang terdekat malah dapat menyebabkan kita merasa sendiri, dan cenderung mengingat kembali apa yang membuat trauma.

Sebaliknya, berbagi cerita dengan seseorang dapat mengurangi tekanan pikiran dibanding menyimpan masalah yang dialami sendiri.

Selain itu, lingkungan keluarga dan teman adalah tempat terbaik untuk mendapatkan dukungan yang kita butuhkan.

Baca juga: Jokowi dan Janjinya untuk Papua...

3. Memulai terapi

Trauma bisa membuat kita merasa lelah dan mengurangi kualitas waktu istirahat. Akibatnya, performa dalam pekerjaan, sekolah, maupun hubungan pribadi pun terganggu.

Terapi adalah salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut, baik terapi kejiwaan maupun konsumsi obat seperti anti-depresan dan obat tidur.

Upaya ini tidak akan memberi hasil instan, namun penting dilakukan untuk membantu menghadapi trauma dengan kondisi pikiran yang lebih jernih.

Selain itu, kurangi sumber stres agar hasil terapi lebih efektif.

4. Alihkan perhatian dengan hal yang positif

Berbagai aktivitas seperti bekerja maupun menjadi relawan adalah salah satu cara mengalihkan pikiran dari ingatan dan emosi yang tidak diinginkan.

Meskipun menfokuskan pikiran pada suatu pekerjaan tidak akan langsung menghilangkan trauma, namun hal ini dapat meminimalisir dampak buruk saat mengingat trauma yang dialami, dan membantu menyeimbangkan kehidupan kembali.

Mengalihkan perhatian kepada hal positif saat kita sendirian adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah ingatan trauma datang kembali.

5. Memulai aktivitas relaksasi secara rutin

Aktivitas relaksasi dilakukan untuk membuat pikiran menjadi lebih tenang, seperti mendengarkan musik, meditasi, stretching, rekreasi, maupun berolahraga.

Kondisi rileks tidak hanya membutuhkan ketenangan pikiran, namun juga memerlukan kekuatan fisik. Oleh karena, itu keduanya perlu terpenuhi saat melakukan aktivitas relaksasi.

Namun perlu diingat, tujuan melakukan aktivitas tersebut adalah melupakan sejenak segala hal yang membuat stress atau yang memperburuk kondisi emosi, sehingga pilihlah aktivitas yang benar-benar membuat pikiran tenang.

Hindari aktivitas dengan stimulus negatif dari lingkungan saat kita sedang berupaya untuk rileks, misalnya mendengarkan lagu sedih yang dapat mempengaruhi kondisi emosi kita.

Baca juga: Hoaks Fakta Sepekan, Biaya Tilang Terbaru hingga Pemutusan Jaringan Telepon di Papua

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com