Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Zona Peradaban Tua Kalimantan dan Sejarah di Festival Seni

Kompas.com - 06/09/2019, 18:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM serangkaian catatan, semenjak artikel ini terbit, penulis akan menurunkan sejumlah tulisan berkaitan dengan Pameran Besar Seni Rupa 2019 “Kayuh Baimbai”di Samarinda, Kalimantan yang digelar pada September ini.

Seperti yang disebutkan di artikel pada Mei lalu, Festival seni kali ini, yang dirangkai dengan tajuk Kayuh Baimbai yang bermakna cair, memberi peluang kebebasan berekspresi tentang konsep “gotong-royong”, yang terbagi dalam tiga zonasi.

Tulisan pertama, tentang Zonasi Peradaban Tua Kalimantan, memamparkan sejumlah seniman dari beberapa provinsi di Kalimantan, yang memberi penampang ekspresi-ekspresi seni dengan melingkupi pembacaan atas sejarah ratusan tahun budaya di Pulau Kalimantan.

Dalam tulisan ini, tak semua seniman ditampilkan, namun hanya perwakilan yang dirasa penulis cukup mamadai, terutama hasil foto dan tampilan karya yang layak muat. Bukan nilai estetika yang tentunya dalam pameran nanti, zonasi ini akan banyak sekali karya-karya cukup segar dan layak apresiasi.

Baca juga: Kayuh Baimbai, Festival Seni dan Tiga Zonasi di Kalimantan

Sementara itu, sejarah dan peradaban layaknya saudara kembar. Jika peradaban manifestasinya adalah kompleksitas majemuknya budaya, hal-ihwal kehidupan manusia sampai pencapaian puncaknya sebagai homo-sapiens—dengan daya spiritualitas dan olah nalar.

Maka, sejarah adalah tempat bersemayamnya waktu dan peristiwa, yang mana manusia-manusia memberi makna atas hidup dan bertahta di atasnya.

Sejarawan besar, filsuf ilmu sejarah dari Inggeris yang menulis A Study of History; Arnold J. Toynbee memang benar menyatakan bahwa peradaban tak pernah binasa.

Peradaban mungkin sekarat, namun tetap hidup; bahkan lahir kembali menjadi energi yang berkembang, karena peradaban sejatinya adalah eros (energi hidup).

Tradisi kemudian hadir, sebagai peristiwa-peristiwa bermakna yang mengikat kita, sebagaimana suatu generasi mewarisi generasi lainnya pada masa lalu.

Secara psikis dan kolektif baik objek berupa artefak, atau yang non-fisik seperti nilai-nilai lisan atau nasihat serta tembang-tembang (nyanyian), mantra, atau sebuah panggung yang terus-menerus diperbarui dalam bentuk dan kondisi yang berbeda namun secara substansi sama, dipergelarkan seperti ritual-ritual khusus, bahkan pada abad ke-21 ini.

Kalimantan memiliki ingatan-ingatan kolektif tentang ini, seperti kita tahu dalam konsep Archtypes dari sarjana Carl Gustaff Jung, bisa kita jelajahi proses yang yang lama, jauh sekali, bahkan satu millenium lalu semenjak dari daerah Kutai kuno, berciri Hindu.

Baca juga: INFOGRAFIK: Tol Balikpapan-Samarinda, Jalan Tol Pertama di Kalimantan

Kemudian berakarnya budaya Dayak sampai memori datangnya pengaruh Islam, misalnya di masyarakat Banjar atau kesultanan Islam di Pontianak benar-benar masih terasa pada masa modern ini.

Proses mengingat ini menjadi wujud pewarisan yang bagi seniman-seniman, menurut ilmuwan Richard Schechner, ahli seni, yang mengkaji antropologi berkelindan dengan ritual dalam seni pertunjukan, adalah tradisi sebagai sebentuk proses ingatan, spiritualitas sekaligus ekspresi hiburan dalam memanggungkan sesuatu.

Agustin Panca, Hudoq, Instalasi mix media, 200cm x 200cm, 2019.Dok Agustin Panca Agustin Panca, Hudoq, Instalasi mix media, 200cm x 200cm, 2019.
Sebagai “artefak”, jika kita lihat dalam perspektif seni visual, seniman-seniman membawa tanda dan penanda kuno menghablur dan melabur seluruh teks-teksnya dalam bentuk lukisan, instalasi bahkan lukisan dinding seperti mural.

Ekspresi Para Perupa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com