Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebiri Kimia, Antara Ancaman Pedofilia dan Problem Etik Medis

Kompas.com - 29/08/2019, 06:13 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

HUKUMAN kebiri kimia yang dijatuhkan pada Muh Aris (20), pemerkosa 9 anak dari Mojokerto, Jawa Timur menuai kontroversi.

Pasalnya, Aris akan jadi pelaku kejahatan seksual pertama di Indonesia yang dikebiri.

Sejak aturan ini pertama digulirkan Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu, terdapat penolakan dari berbagai lembaga.

Apa yang sebenarnya menyebabkan kebiri kimiawi ditentang keras? Bagaimana praktiknya di luar negeri?

Dilatarbelakangi pedofilia

Sebelum kebiri kimiawi, hukuman kebiri dilakukan lewat operasi dengan pengangkatan testis.

Di Eropa, sejak tahun 1906 pelaku kejahatan seksual terutama terhadap anak-anak sudah dikenakan hukuman kebiri. Di Amerika Serikat praktiknya dilakukan sejak 1940-an.

Dalam perkembangannya, operasi kebiri kemudian dinilai terlalu kejam dan tidak manusiawi. Kondisi ini mendorong dikembangkannya kebiri kimiawi.

Dalam jurnal berjudul Chemical Castration of Child Molesters-Right or Wrong?! (2017), kebiri kimiawi pertama dujicoba di Amerika Serikat pada 1944. Saat itu, diethylstilbestrol digunakan untuk menurunkan hormon testosteron.

Selain itu, ada Medroxyprogesterone acetate (MPA) yang dijual dengan merk dagang Depo-Provera. Sejak 1958, Depo-Provera digunakan untuk menekan libido pria.

Menurut jurnal Chemical Castration: International Experience and Chinese Path to Control Pedophilia Crimes (2018), latar belakang dikembangkannya kebiri kimiawi adalah kejahatan pedofilia.

Sebanyak 25 persen perempuan di Amerika Serikat pernah dicabuli saat masih kecil. Begitu juga dengan anak laki-laki yang 2,5 hingga 25 persen yang pernah dilecehkan semasa kecil.

Para pelakunya cenderung mengulangi perbuatannya. Dorongan seksual terhadap anak kecil dianggap tak bisa diredam mengingat kepuasan ini tak bisa didapatkan di tempat pelacuran.

California menjadi negara bagian pertama yang menerapkannya bagi pemerkosa anak yang sudah lebih dari sekali melakukan aksinya.

Selain Indonesia, ada 23 negara lain yang sudah menerapkan hukuman kebiri kimiawi.

Ada Amerika Serikat, Argentina, Australia, Estonia, Israel, Moldovia, New Zealand, Polandia, Rusia, Denmark, Jerman, Hongaria, dan Perancis. Ada juga Norwegia, Finlandia, Islandia, Lithuania, Inggris, Belgia, Swedia, Macedonia, Turki, dan yang paling baru, Ukraina.

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Tiap negara mempraktikkan dengan ketentuan berbeda. Seperti di Indonesia, hukuman kebiri kimiawi menuai banyak kontra.

Di Australia, Rusia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, hukuman kebiri kimiawi bisa meringankan hukuman penjara pelaku kejahatan seksual. Pelaku kerap memanfaatkan celah ini untuk mengurangi masa tahanan mereka.

Di Amerika Serikat, ada sembilan negara bagian yang mempraktikkan kebiri kimiawi. Sebelumnya, negara-negara bagian ini memang menerapkan kebiri lewat operasi.

Anehnya, obat kebiri kimiawi yang digunakan yakni medroksiprogesteron asetat (MPA), tidak pernah disetujui Food and Drug Administration (FDA) hingga kini.

Di Belgia, kebiri kimawi tidak diatur dalam undang-undang. Hakim yang menentukan kebiri kimiawi sebagai syarat pembebasan narapidana, tentunya berdasarkan keinginan narapidana sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com