KOMPAS.com - Penyanyi dangdut Lesti Kejora resmi mencabut laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap suaminya, Rizky Billar.
Pencabutan laporan itu dilakukan tak lama setelah Rizky Billar ditetapkan sebagai tersangka kasus KDRT.
Lesti menuturkan, anak menjadi alasan di balik pencabutan laporan kasus KDRT tersebut.
"Alasannya, anak saya karena mau bagaimana pun suami saya, bapak dari anak saya," kata Lesti di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2022).
Lantas, apakah pencabutan laporan KDRT ini otomatis menggugurkan status tersangka Rizky Billar?
Penjelasan ahli hukum soal pencabutan laporan pada KDRT
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menuturkan, tindak pidana kekerasan fisik dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 merupakan delik aduan.
Artinya, apabila korban menyatakan mencabut laporannya dan tersangka memenuhi persyaratan Undang-Undang, maka penegak hukum selayaknya tudak melanjutkan kasus tersebut.
"Meskipun kasus ini tetap melekat bila ada pelanggaran yang dibuat oleh tersangka," kata Seno saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/10/2022).
"Memang ini filosofi dari Keadilan Restoratif yang implementasinya tentunya case by case basis," sambungnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, kekerasan dalam UU Penghapusan KDRT memang bisa diselesaikan secara damai tanpa peradilan pidana.
Sebab, hal tersebut merupakan sifat dari UU Penghapusan KDRT yang masuk delik aduan, bukan tindak pidana umum (TPU).
"Delik aduan itu kalau diadukan akan diperiksa, kalau tidak diadukan ya tidak apa-apa. Beda dengan tindak pidana umum, misalnya penganiyaan biasa," kata Fickar terpisah, Jumat.
"Tindak pidana umum itu baru bisa dihentikan kalau tindak pidanya bukan kasus pidana, tapi perdata. Kedua alat buktinya kurang, atau salah satu pihak meninggal dunia," lanjutnya.
Akan tetapi, Fickar menilai UU Penghapusan KDRT juga memiliki dimensi tindak pidana umum, yaitu penganiayaan.
Sebab, kekerasan meskipun dalam konteks rumah tangga, sebagai tindak pidana umum harus tetap dilanjutkan prosesnya.
"Karena nanti bisa semaunya mukul orang, tanpa ada proses apa-apa," jelas dia.
Untuk itu, ia menyebut pihak kepolisian atau kejaksaan harus memiliki ukuran tertentu ketika ada perdamaian atau pencabutan laporan terkait KDRT.
Batasan tersebut berupa kekerasan mengakibatkan korban luka parah atau berakibat pada korban tak lagi bisa mencari penghasilan ekonomi, sebagaimana bunyi Pasal 44 dan 45.
"Maka pencabutan menurut saya juga harus dipertimbangkan, bahkan proses pidananya harus dialihkan menjadi TPU. Nanti semaunya mukul orang, meskipun istrinya sendiri," ujarnya.
"Jadi Pasal 44-45 di dalam UU Penghapusan KDRT harus diterjemahkan begitu. Meskipun delik aduan, boleh dicabut laporannya sepanjang kekerasan itu tidak mengakibatkan luka berat dan korbannya tidak bisa mencari penghasilan ekonomi. Itu batasannya," tutupnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/15/090500065/lesti-kejora-cabut-laporan-kdrt-rizky-billar-apakah-kasusnya-selesai-