KOMPAS.com - Pemerintah berupaya mempertahankan agar harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite tidak naik dari angka Rp 7.650 per liter, seperti yang berlaku saat ini.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Kerja Nasional V Projo, dikutip dari akun YouTube Palti West, Sabtu (21/5/2022).
Jokowi menyebut, harga BBM Pertalite akan terus dipertahankan karena penggunanya berbeda dengan BBM jenis Pertamax yang menurutnya merupakan pemilik mobil-mobil mewah.
"Yang Pertamax naik, naiknya juga saya kira naiknya enggak banyak. Tapi itu yang punya mobil-mobil mewah yang pakai mereka. Tapi yang Pertalite ini kita tahan, tahan betul agar tidak naik dan harganya tetap di angka Rp 7.650," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, tidak mudah bagi pemerintah untuk menahan harga Pertalite agar tidak naik. Sebab Pemerintah harus mengeluarkan dana subsidi yang jumlahnya sangat besar.
Lantas, apa yang terjadi jika harga Pertalite naik?
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus pengamat ekonomi energi Fahmy Radhi menilai, keputusan pemerintah untuk menahan harga Pertalite selama 2022 merupakan keputusan tepat.
Sebab menurut Fahmy, daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 belum pulih benar.
Kondisinya bisa berefek besar apabila Pertalite dinaikkan di saat daya beli masyarakat belum pulih.
Ia menjelaskan, dengan proporsi konsumen mencapai 86 persen, kenaikan harga Pertalite akan berdampak pada banyak hal.
"Kenaikan harga Pertalite akan menyulut inflasi, menurunkan daya beli, serta menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin memberatkan beban masyarakat," terangnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/5/2022).
Fahmy mengingatkan bahwa kenaikan BBM jenis Pertalite akan sangat berdampak pada masyarakat, utamanya rakyat miskin.
"Jumlah rakyat miskin akan makin bertambah," kata dia.
Lebih lanjut, terdapat perbedaan terkait penetapan harga BBM di luar negeri dan di Indonesia.
Penentuan harga BBM di Indonesia
Menurut Fahmy, harga BBM di luar negeri ditentukan oleh mekanisme pasar, di mana harga minyak dunia merupakan variabel yang sangat berpengaruh pada harga BBM.
Pada saat harga minyak dunia mencapai di atas 100 dollar AS per barrel, maka harga BBM di luar negeri menjadi amat mahal.
"Sedangkan di Indonesia, harga BBM ditetapkan oleh Pemerintah agar harga tersebut dapat terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen," ujarnya.
Pada saat harga ditetapkan di bawah harga keekonomian, lanjut Fahmy, selisih harga itu dibayar oleh pemerintah melalui subsidi dan kompensasi dari APBN.
"Penahanan harga Pertalite sangat membebani APBN yang mencapai Rp 502 triliun untuk pengeluaran kompensasi dan subsidi Pertalite, LPG 3 kilogram, dan listrik di bawah 3.000 VA," jelasnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/22/133000465/apa-yang-akan-terjadi-jika-harga-pertalite-naik-