Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lukisan "The Scream", Kecemasan Edvard Munch, dan Senja Merah Krakatau

Lukisan "The Scream" (Jeritan) terkadang disebut pula sebagai "The Cry" (Tangisan).

"The Scream" memiliki komposisi warna yang mudah memikat mata. Dengan sosok manusia gundul yang terlihat tengah menjerit dengan ekspresi kaget dan mulut terbuka, dan lansekap di belakangnya berupa pemandangan Oslofjord yang berhiaskan cakrawala bernuansa merah berlapis dengan kuning dan jingga.

Diberitakan Kompas.com (24/2/2021), "The Scream" menyimpan banyak misteri yang tak terpecahkan sejak tahun 1904.

Namun akhirnya, Museum Nasional Norwegia berhasil memecahkan beberapa misterinya, salah satunya mengenai tulisan "Hanya dapat dilukis oleh orang gila" yang tertera di sudut kiri atas kanvas.

Selama beberapa dekade, pemerhati seni tak bisa memastikan tentang siapa yang membubuhkan tulisan tersebut.

Namun berkat teknologi inframerah, akhirnya tulisan tersebut dikonfirmasi sebagai tulisan tangan Munch sendiri.

Munch diduga menulis frasa itu tidak lama setelah pembicaraan tidak menyenangkan yang terjadi pada tahun 1895 ketika dia memamerkan lukisan itu untuk pertama kalinya di kota Kristiania (kini disebut Oslo).

Munch sendiri tumbuh di keluarga dengan masalah mental yang serius. Enggan disebut memiliki gangguan mental, Munch dengan tegas menolak bahwa "The Scream" adalah karya seni yang melambangkan ketidakstabilan mental.

Cakrawala merah buatan Krakatau

"The Scream" memang menyimpan banyak misteri. Misteri lain yang ada di balik lukisan yang sudah berusia ratusan tahun ini adalah soal langit merah yang menjadi latar belakang di dalamnya.

Sudah sejak lama, pemerhati dan peneliti seni meyakini bahwa langit merah di dalam "The Scream" adalah langit merah yang terjadi akibat letusan maha dahsyat Krakatau.

Dalam artian, langit dengan lapisan merah, oranye, dan kuning itu bukanlah langit ala imajinasi ngawur Munch semata.

Dilansir dari The New York Times, tiga peneliti yang melaporkan kepada Sky & Telescope meyakini bahwa langit di dalam "The Scream" adalah langit senja di sekitar akhir 1883 atau awal 1884, di Jalan Ljabrochausseen (sekarang Mosseveien), di Oslo.

Kisaran waktu itu berdekatan dengan letusan terbesar Krakatau yang terjadi pada 27 Agustus 1883, yang imbas dari letusannya memang diperkirakan mencapai langit Eropa.

Masih menurut peneliti, mereka yakin bahwa Munch menyaksikan senja merah itu tidak seorang diri. 

Don Olson, salah satu peneliti, menyatakan bahwa, "Di akhir 1883 dan beberapa bulan di awal 1884, Norwegia mengalami senja terindah selama kurun 150 tahun terakhir."

Dalam terbitan New York Times, 28 November 1883, diceritakan bahwa setiap hari, menjelang pukul 5 sore, horizon langit bagian barat akan berubah menjadi warna merah yang menakjubkan, di mana langit dan awan-awan seakan menyatu menjadi satu, membentuk lapisan dengan warna-warna megah.

Di waktu senja itulah, penduduk Norwegia akan duduk dengan terpana memandang ke arah barat, ke arah senja merah yang diciptakan oleh Krakatau.

Dalam jurnal pribadinya, Munch menulis,"Saya berjalan bersama dua teman ketika matahari akan terbenam, seketika langit menjadi merah kirmizi, dan saya dipenuhi rasa melankoli. Saya berdiri terdiam, bersandar pada pagar, melihat awan-awan merah seperti darah."

"Ketika teman-teman saya pergi, saya tetap berdiri di sana, dipenuhi kecemasan. Tapi saya merasa sangat luar biasa, seperti ada jeritan tak berkesudahan dari alam semesta," lanjutnya dalam jurnal tersebut.

Sepuluh tahun kemudian, berdasarkan kesaksian orang-orang yang ada di sekelilingnya, barulah Munch berhasil mengabadikan ingatannya akan senja merah yang menakjubkan tersebut, dilengkapi pula oleh pengalaman perasaan yang dirasakannya di waktu itu yang tertuang dalam ekspresi penuh kecemasan laksana sebuah jeritan.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/09/190000365/lukisan-the-scream-kecemasan-edvard-munch-dan-senja-merah-krakatau

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke