KOMPAS.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Edhy Prabowo mendapat potongan hukuman di tingkat kasasi.
Hukuman penjara yang semula 9 tahun, oleh Mahkamah Agung (MA) dipotong menjadi 5 tahun penjara saja.
Selain pemangkasan hukuman penjara, hukuman tambahan pencabutan hak politik Edhy juga dipotong dari yang semula 3 tahun menjadi 2 tahun.
Diberitakan oleh Kompas.com (9/3/2022), alasan pemangkasan hukuman tersebut lantaran majelis hakim MA menilai bahwa Edhy bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri KP.
Putusan vonis Edhy Prabowo pun diketok oleh ketua majelis hakim Sofyan Sitompul dengan hakim anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.
Namun, benarkah Edhy Prabowo bekerja dengan baik saat menjabat Menteri KP?
Berikut sederet kontroversi dan rekam jejak Edhy Prabowo selama menjabat sebagai Menteri KP:
Kebijakan ekspor benih lobster
Menteri KP sebelum Edhy Prabowo, Susi Pudjiastuti, melarang keras penangkapan lobster baik untuk budidaya, penelitian, maupun riset.
Namun saat Edhy menjabat, pelarangan penangkapan lobster kemudian diganti dengan Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Aturan tersebut tidak hanya membolehkan penangkapan benih lobster saja, melainkan juga perizinan dalam mengekspornya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, bahwa kebijakan era Edhy tersebut sangat tidak tepat.
Pasalnya, terdapat banyak dampak yang akan dirasakan oleh pembudidaya lobster dalam negeri.
Pembudidaya lobster lokal nantinya akan kesulitan mendapat benih kualitas baik lantaran sebagian besar akan diekspor ke luar negeri.
“Itu yang kemudian mendorong pembudidaya lobster mendapatkan kerugian yang berikutnya yakni harga jual lobster menjadi tidak bisa bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan dari luar negeri,” ujar Halim, dikutip dari Kompas.com (9/5/2022).
Legalisasi cantrang
Edhy Prabowo sempat mengusulkan pelegalan penggunaan cantrang sebagai alat tangkap.
Usulan tersebut berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Permen KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Delapan jenis alat tangkap baru yang dibolehkan oleh Edhy antara lain pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagis besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis, dan huhate mekanis.
Menurutnya, anggapan cantrang yang merusak lingkungan sedikit keliru dan justru memiliki nilai ekonomis.
Sebab, penangkapan menggunakan cantrang hanya digunakan di laut berdasar pasir maupun berlumpur, bukan di laut berterumbu karang.
“Kata siapa cantrang tidak benar? Mana mungkin, Pak, saya punya alat tangkap (cantrang) mau taruh di terumbu karang. Ya robek, lah. Cantrang nangkap untuk dasar laut yang berlumpur saja,” ucap Edhy, dilansir dari Kompas.com (29/10/2019).
Berhenti tenggelamkan kapal
Era Susi dikenal dengan kebijakan penenggelaman kapal ikan asing. Kebijakan ini banyak mendapat apresiasi. Bahkan mata dunia pun menyorot Indonesia kala itu.
Kebijakan era Susi tersebut kemudian tidak dilanjutkan oleh Edhy. Penyebabnya, kapal maling ikan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan daripada hanya berakhir menjadi rumpon ikan di dasar laut.
Edhy lebih memilih untuk menyerahkan kapal-kapal ke Kejaksaan, kampus-kampus yang memiliki jurusan perikanan, dan koperasi nelayan.
“Kapal ini akan diserahkan ke Kejaksaan. Karena banyak sekali kampus-kampus ini punya jurusan perikanan, kenapa tidak saya serahkan ke sana. Atau misalnya nanti kita serahkan ke koperasi nelayan. Kan bisa,” ujar Edhy, sebagaimana diberitakan Kompas.com (20/11/2020).
(Sumber: Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya; Fika Nurul Ulya; Dandy Bayu Bramasta | Editor: Krisiandi; Erlangga Djumena; Nadia Kemala Movanita; Sari Hardiyanto)
https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/11/123000565/diskon-hukuman-jadi-5-tahun-penjara-ini-sederet-kontroversi-edhy-prabowo