Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Fenomena Surya Pethak, Kala Matahari Memutih dan Suhu Jadi Dingin

Fenomena ini dapat dimaknai sebagai alam sunya ruri atau siang hari yang temaram seperti malam hari.

Dihubungi Kompas.com, Peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang menjelaskan bahwa siang hari yang dimaksud dihitung sejak Matahari terbit hingga terbenam.

Dia menuliskan, fenomena surya pethak akan membuat Matahari tampak memutih, dengan sinarnya yang tidak begitu terik saat siang hari.

“Sinar Matahari yang biasa kemerahan ketika terbit dan terbenam akan memutih. Sedangkan saat Matahari meninggi, sinar Matahari tidak begitu terik dikarenakan terhalang oleh semacam kabut awan,” kata Andi, Minggu (1/8/2021).

Ia menambahkan, kejadian ini dapat berlangsung selama 7 hingga paling lama 40 hari.

Menurut dia, efek surya pethak dapat membuat suhu permukaan Bumi menjadi lebih dingin.

Dengan demikian, tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan optimal dan manusia akan mudah menggigil.

Matahari dan langit kemerahan

Andi memberikan penjelasan mengenai langit yang tampak kemerahan saat Matahari terbit dan tenggelam.

Adalah, sinar Matahari yang dapat dilihat mata manusia termasuk ke dalam radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh Matahari.

Secara singkat, penyebab Matahari dan langit tampak kemerahan saat terbit dan terbenam dikarenakan sinar Matahari mengalami hamburan Rayleigh, yang menghamburkan spektrum cahaya tampak sesuai dengan jarak yang ditempuh sinar Matahari saat melalui atmosfer.

Kondisi ideal ini, lanjut dia, hanya akan terjadi jika kualitas udara benar-benar bagus dan bersih di sekitar lokasi mengamati langit.

Dikarenakan, kualitas udara yang akan dilalui sinar Matahari juga dapat memengaruhi warna saat terbit dan terbenam.

“Partikel debu dan polutan cenderung mengurangi warna di langit dan menghalangi cahaya mencapai mata pengamat di permukaan Bumi. Karena itu langit berwarna merah dan kuning kusam saat udara penuh debu dan polutan,” tutur Andi.

“Sangat kecil kemungkinan kabut awan yang menyelimuti permukaan Bumi ditimbulkan oleh penurunan aktivitas Matahari berkepanjangan, seperti yang pernah terjadi pada 1645 hingga 1715,” ujar dia.

Sehingga, fenomena surya pethak tidak akan terjadi setidaknya jika dikaitkan dengan aktivitas Matahari.

Akan tetapi fenomena ini masih dapat dimungkinkan terjadi oleh letusan gunung berapi dan perubahan sirkulasi air laut yang hingga saat ini masih sulit diprediksi oleh para ilmuan vulkanologi dan oseanografi.

"Sampai saat ini belum bisa diprediksi (waktu terjadinya fenomena surya pethak). Dan jika ditinjau dari aktivitas Matahari, tidak memungkinkan untuk terjadi surya pethak. Tapi masih memungkinkan terjadi dari letusan gunung berapi maupun sirkulasi air laut," pungkas dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/01/173000265/mengenal-fenomena-surya-pethak-kala-matahari-memutih-dan-suhu-jadi-dingin

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke