Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Uji Klinis Vaksin Nusantara Tahap 1 Dilaporkan Tingkatkan Antibodi

KOMPAS.com - Vaksin Nusantara yang dikembangkan di dalam negeri kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Universitas Diponegoro, dan RSUP Dr. Kariadi Semarang, telah melalui uji klinis fase 1.

Hasil uji klinis tahap awal dari Vaksin Nusantara atau AV-COVID-19 ini dianggap telah memenuhi aspek keamanan karena tidak menimbulkan efek samping yang berarti.

Hal ini dipaparkan oleh salah satu Tim Peneliti Vaksin Nusantara dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dr. Yetty Movieta Nency, SPAK. IBCLC.

"Hasil (uji klinis fase 1) baik dan aman," kata dr. Yetti kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (17/2/2021).

Klaim peningkatan antibodi

Menurut Yetti, berdasarkan data yang terkumpul, vaksin yang dikembangkan menggunakan pendekatan dendritik ini menghasilkan peningkatan antibodi pada tubuh penerimanya.

Sebanyak 27 orang yang menjadi subyek pada uji coba klinis fase 1 pada 23 Desember 2020-6 Januari 2021 ini menunjukkan peningkatan antibodi yang cukup signifikan.

Kenaikan itu bervariasi antar individu atau kelompok perlakuan. Namun, Yetty belum bisa membuka seberapa tinggi atau berapa angka persisnya kenaikan antibodi yang dihasilkan vaksin ini kepada publik.

"Ini kami lihat sekilas dari data 27 orang itu bagus, kenaikannya bagus. Rerata kenaikkan antibodi sebelum dan sesudahnya itu cukup tinggi. Tapi kami belum bisa sampaikan karena ini fase 1 dengan jumlah pasien yang baru 27 dengan pengamatan waktu yang sangat singkat, 4 minggu," ungkap dia.

Efek samping

Diketahui dari 27 subyek yang menerima vaksin, disebutkan tidak ada yang mengalami efek samping dengan tingkat sedang atau berat.

Dijelaskan Yetty, efek samping yang dialami relawan uji klinis tahap 1 semuanya tergolong ringan.

Ia membaginya menjadi 2 kelompok, yaitu efek saamping sistemik dan lokal.

Pada efek samping yang sifatnya sistemik, ditemukan kelihan berupa nyeri otot, nyeri sendi, lemas, mual, demam, dan menggigil yang dilaporkan oleh 20 subyek.

Sementara 7 subyek sisanya dilaporkan tidak mengalami efek samping seperti disebutkan di atas. 

Kemudian untuk yang bersifat lokal, ditemukan efek samping berupa nyeri lokal, kemerahan, pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik. Keluhan-keluhan ini datang dari 8 subyek, sementara 19 yang lain tidak mendapatinya.

Dari semua efek samping yang ada, Yetti menggarisbawahi semua bersifat ringan, bisa sembuh dalam waktu relatif cepat tanpa memerlukan obat lanjutan.

"Orang yang vaksin kan biasanya demam, ada yang menggigil, alergi, ada macam-macam. Ini subyek kita cuma yang ringan-ringan, membaiknya pun tanpa obat (dalam waktu) kurang dari 24 jam," papar dia.

Uji klinis tahap 2 dengan 180 subyek

Sebelumnya, pelaksanaan uji klinis tahap 1 Vaksin Nusantara ini sudah dimulai sejak 12 Oktober 2020 dengan agenda penetapan tim penelitian oleh Kemenkes.

Selanjutnya pada pertengahan Desember 2020, dilanjutkan dengan pertemuan sejumlah pihak untuk persiapan pelaksanaan uji klinis.

Proses terus berlanjut hingga tiba waktu vaksinasi pada 23 Desember 2020-6 Januari 2021, dan terakhir tahap monitoring juga evaluasi pada 11 Janurari dan 3 Februari 2021.

Untuk uji klinis tahap 2, Yetty belum bisa menginformasikan kapan waktu persisnya, namun ia menyebut akan segera dilakukan dalam waktu dekat untuk mengetahui efikasi dari vaksin AV-COVID-19.

"(Peserta) 180 subyek, akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat," kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/17/200000965/uji-klinis-vaksin-nusantara-tahap-1-dilaporkan-tingkatkan-antibodi

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke