Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

14,6 Juta Orang Telah Terinfeksi, Mengapa Masih Ada yang Tidak Percaya Adanya Covid-19?

KOMPAS.com - Hampir lima bulan virus corona dilaporkan di Indonesia sejak awal Maret 2020. Sebanyak 88.214 orang terinfeksi dan 4.239 orang meninggal dunia. 

Di dunia, virus yang pertama berasal dari Wuhan, Hubei, China ini telah menginfeksi 14,6 juta orang dan 609.511 orang meninggal dunia. 

Meskipun demikian, masih banyak orang yang tak percaya dengan adanya virus yang sudah ditetapkan WHO sebagai pandemi global tersebut. 

Perdebatan mengenai ada atau tidaknya Covid-19 pun masih terus bergulir sampai saat ini.

Beberapa orang menganggap bahwa pandemi virus corona ini hanya omong kosong, konspirasi, dan cara untuk mendapatkan keuntungan belaka.

Kesenjangan informasi

Menanggapi hal itu, sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ketidakpercayaan publik atas adanya virus corona ini disebabkan oleh kesenjangan antara informasi dan realita.

Dalam sosiologi, agar suatu hal bisa melekat dalam tubuh seseorang, diperlukan tiga proses tahapan yang disebut konstruksi sosial atas realitas.

Ketiga proses itu adalah eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi.

"Eksternalisasi itu ketika orang sudah membicarakan semua, di koran dan media, mereka kemudian menangkap itu. Objektifasi itu ketika dia mulai mendalami itu, mulai menunggu, merasakan, ada ndak risiko pada saya, ada ndak dampaknya pada saya," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/7/2020).

"Kalau internalisasi itu sudah masuk ke dia dan dia berpindah untuk menghindari atau menerima itu. Sudah otomatis dari dalam tubuhnya, karena kesadarannya sudah mengatur itu," sambungnya.

Sebagai tahap eksternalisasi, informasi terkait virus corona menurut Drajat sangat massif di Indonesia.

Namun, ketika masuk ke dalam tahap objektifasi, banyak orang tidak mengalami atau melihat secara langsung infeksi virus corona di lingkungannya.

Karena itu, realitas yang ditangkap oleh masyarakat hanya bersifat konseptual.

"Pengalaman untuk mengalami sebuah masalah ini, tidak secara luas dialami oleh masyarakat. Ini realitas yang sifatnya bagi masyarakat selalu konseptual, tidak pernah riil. Apalagi banyak orang yang belum mengalaminya," jelas dia.

"Jadi ada gap antara informasi yang dikonstruksi dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari yang tidak seganas itu. Ini yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.

Drajat menjelaskan, salah satu karakter manusia adalah looking self glass, yaitu bertindak atas dasar proyeksi diri dengan orang lain.

Untuk memutuskan sikap dan langkah apa yang harus dilakukan, manusia biasanya melihat lingkungan sekitarnya.

Dalam kasus virus corona ini, banyak orang mungkin melihat lingkungannya bebas dari infeksi Covid-19 dan mobilitas masih terjadi.

"Maka sebenarnya informasi yang begitu besar dari ganasnya penularan corona itu bagi mereka tidak berarti karena dianggap bombastis," papar dia.

Polusi informasi

Kondisi itu juga diperburuk dengan beredarnya informasi yang saling bertolak belakang atau dalam istilah sosiologi disebut dengan polusi informasi.

Selanjutnya, Drajat melihat virus corona yang tak kunjung teratasi ini menimbulkan persepsi di tubuh masyarakat bahwa dokter dan rumah sakit tak bisa menyelesaikan ini.

Pada akhirnya, mereka pun masuk ke dalam nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan serta tak lagi percaya terhadap arahan medis.

"Kalau sudah masuk ke situ, dia tidak percaya dengan risiko yang diberikan oleh medis. Kalau orang kena penyakit, ya berarti Tuhan sudah menakdirkan," kata Drajar.

"Semakin lama tidak ada kepastian penyelesaian penyakit ini, semakin orang kemudian mencari jalan keluar lain selain medis," tutupnya.

Oleh karena itu, Drajar menyebut bahwa pemerintah saat ini perlu melibatkan seluruh stakeholder masyarakat dalam pengembangan informasi tentang Covid-19.

Sebab, pengembangan informasi Covid-19 selama ini disentralisasi oleh negara.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/20/180600665/146-juta-orang-telah-terinfeksi-mengapa-masih-ada-yang-tidak-percaya-adanya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke