Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisruh KPK: Pimpinan Merasa Tak Diajak Bicara dan Respons DPR

Sejumlah perubahan direncanakan akan didiskusikan untuk memperbaharui aturan hukum itu. Misalnya pembentukan Dewan Pengawas KPK, larangan Operasi Tangkap Tangan (OTT), dan sebagainya.

Sayangnya, upaya ini justru dimaknai sebagai langkah Pemerintah ‘mematikan’ kegarangan KPK sebagai musuh para tikus berdasi.

Ya, Pemerintah. Pembicaraan revisi ini menjadi bola api yang hanya dimainkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden, tanpa pernah melibatkan KPK sebagai objek yang akan dikenai perubahan nantinya.

Hal ini tentu memantik kekecewaan di internal KPK, juga pihak-pihak lain yang mendukung lembaga independen berusia 17 tahun itu.

“Yang sangat kami prihatin dan mencemaskan adalah RUU KPK, karena sampai hari ini kami draf yang sebetulnya saja tidak tahu. Rasanya membacanya seperti sembunyi-sembunyi,” kata Agus Rahardjo, Ketua KPK di Gedung KPK, Jumat (13/9/2019).

Komisioner KPK Laode Syarief juga menyatakan hal yang sama, ia menganggap semua upaya ini sebagai konspirasi Pemerintah dalam melucuti kewenangan KPK, sebagaimana dikutip dari artikel Tribunnews.

“Ini Preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia di mana DPR dan Pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tersebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka,” kata Laode, Kamis (12/9/2019).

“Ini jelas bukan adab yang baik,” tambahnya.

Laode menyangsikan Pemerintah akan melakukan hal yang sama (revisi undang-undang tanpa mengajak bicara) kepada institusi lain, di luar KPK, misalnya kepolisian atau kejaksaan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga mengatakan pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam rencana besar ini.

“KPK belum mengetahui dan juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut,” kata Febri, 4 September lalu.

Di luar KPK, upaya yang dilakukan oleh DPR dan Presiden dalam merevisi UU KPK ini juga dinilai tidak tepat oleh ahli hukum, salah satunya Ahli Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia, Jentera Bivitri Susanti.

“KPK tidak pernah diajak bicara. Tentu saja yang membuat undang-undang adalah DPR dan Presiden. Tetapi dalam pembentukan UU, setiap stakeholder harus diikutsertakan,” kata dia.

Kekecewaan yang dirasakan oleh KPK berbuntut pada penyerahan kembali mandat oleh para pimpinannya kepada Presiden, Jumat (13/9/2019).

“Setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami Pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Bapak Presiden,” kata Agus Rahardjo dalam konfrerensi pers kemarin.

Respons DPR

Disebut tidak memberitahukan ihwal rencana revisi undang-undang tentang KPK kepada lembaga yang saat ini dipimpin Agus Rahardjo itu, DPR memberikan jawaban tersendiri.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu, menyebut hal ini sudah dibicarakan dengan KPK sejak jauh-jauh hari. KPK saat itu sudah mengikuti rapat bersama DPR pada tahun 2015.

“Pada saat rapat itu KPK dipimpin Pak Taufiqurrahman Ruki. Jadi kalau dia (Febri Diansyah) ngomong begitu (KPK tidak dilibatkan), dia paham dulu lah, miris melihatnya,” ujar Masinton, 7 September 2019.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengaku akan menerima perwakilan KPK jika ingin bertemu dan mengadakan dialog soal revisi undang-undang ini.

“Ya kalau mereka Pimpinan KPK datang ke DPR bertemu Pimpinan DPR ya pasti akan diterima, tentu akan meminta kami Komisi III untuk mendampingi,” sebut Arsul.

Sumber: KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari, Dylan Aprialdo Rachman, Fitria Chusna Farisa

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/14/153500565/kisruh-kpk--pimpinan-merasa-tak-diajak-bicara-dan-respons-dpr

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke