Oleh karena itu, pada 20 November 1942, Gerakan Tiga A dihentikan.
Pada 1 Maret 1943, Jepang membentuk Putera atau Pusat Tenaga Rakyat yang dipimpin Empat Serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
Soekarno menyatakan bahwa kehancuran yang disebabkan oleh imperialisme Belanda merupakan dorongan bagi Putera untuk membangun dan memulihkan segalanya.
Bagi Jepang, Putera berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan seluruh kekuatan rakyat Indonesia untuk mendukung tujuan militer mereka.
Baca juga: Mengapa Dibentuk Putera dan Apa Tujuannya?
Empat Serangkai sering berinteraksi dengan masyarakat dan menyampaikan pidato dengan tujuan menumbuhkan rasa patriotisme yang kuat pada rakyat Indonesia dan mempersiapkan kemerdekaan.
Putera lebih berfokus kepada kemerdekaan rakyat Indonesia daripada upaya perang Jepang.
Oleh karena itu, Jepang akhirnya membubarkan Putera dan mendirikan Jawa Hokokai pada 1944.
Gagalnya Putera dalam menjalankan tugasnya kepada Jepang, berujung pada pembentukan Jawa Hokokai pada 1 Januari 1944.
Secara resmi Jawa Hokokai dideklarasikan sebagai organisasi pemerintah dengan Gunseikan sebagai pemegang kendali di atasnya.
Baca juga: Perbedaan Jawa Hokokai dan Putera
Kegiatan Jawa Hokokai meliputi usaha-usaha berikut:
Majelis Islam a'la Indonesia (MIAI) didirikan oleh K.H. Mas Mansyur dan rekan seperjuangannya di Surabaya pada 1937.
Selama masa pendudukan Jepang, MIAI adalah satu-satunya organisasi pergerakan yang tetap bertahan.
Tokoh-tokoh MIAI antara lain adalah Zainul Arifin, Karto Sudarmo, K.H. Nachrowi, K.H. Hasyim, K.H. Mas Mansyur, dan K.H. Farid Ma'ruf.
Sebagai kelompok anti-Barat, Jepang melihat MIAI sebagai sekutu potensial dalam perjuangan mereka di Perang Pasifik.
Namun, mengumpulkan baitul mal dan merencanakan hari raya Islam adalah satu-satunya kegiatan MIAI.
Baca juga: Mengapa MIAI Dibubarkan oleh Jepang?