Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertarungan Gladiator, dari Upacara Pemakaman hingga Arena Koloseum

Kompas.com - 15/12/2023, 08:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertarungan Gladiator telah menjadi warisan berharga sejak era Romawi kuno yang menggabungkan unsur-unsur keagamaan, kegiatan olahraga, dan hiburan yang telah lama memikat hati masyarakat.

Penguasa Romawi cerdik memanfaatkan tradisi ini untuk memperoleh dukungan rakyat.

Namun, tidak hanya para penguasa, ternyata para petarung Gladiator pun memanfaatkan arena ini sebagai panggung untuk bersaing memperebutkan hati para penggemar, meskipun mereka berasal dari kalangan budak Romawi.

Berikut kisah perjalanan panjang pertarungan Gladiator:

Baca juga: Mengapa Orang Romawi Menikmati Permainan Gladiator?

Pengaruh budaya Etruscan dan awal Gladiator

Pada zaman Romawi kuno, budaya Gladiator yang kita kenal saat ini bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru atau asli bagi bangsa Romawi.

Sebaliknya, Romawi mendapat banyak pengaruh budaya dari leluhur mereka di Italia, terutama dari bangsa Etruscan yang tinggal di utara Roma.

Salah satu pengaruh bangsa Etruscan yang sangat penting adalah praktik pertarungan Gladiator.

Dalam peradaban Etruscan, pertandingan Gladiator memiliki peran dalam upacara pemakaman dan melambangkan kematian.

Ketika budaya ini diadopsi oleh Romawi, unsur-aspek religius yang terkait dengan kematian tetap ada, tetapi juga diberi sentuhan hiburan.

Pertarungan Gladiator pertama kali dicatat pada 264 SM, saat Republik Romawi berkuasa.

Namun, ada kemungkinan besar bahwa budaya ini telah ada sejak zaman kerajaan Romawi yang lebih awal.

Pertarungan Gladiator digelar sebagai penghormatan terakhir bagi mereka yang telah meninggalkan dunia ini, serupa dengan peran awalnya dalam budaya Etruscan.

Baca juga: Ini Rahasia Struktur Bangunan Romawi Kuno Bisa Tahan Lama

Pertumbuhan festival publik dan pertarungan Gladiator

Pertarungan Gladiator awalnya dikenal sebagai munus gladiatorium, di mana kata munus dapat diartikan sebagai tugas dalam bahasa Latin kuno yang menunjukkan kewajiban religius bila terlibat dalam pertarungan ini.

Namun, dengan popularitas yang berkembang pesat, budaya Gladiator Romawi menjadi semakin terintegrasi dalam budaya publik mereka.

Ini menjadi bagian dari Ludi Publici yang berarti festival publik.

Serangkaian acara ini biasanya diselenggarakan di arena terbuka, seperti Colosseum di Roma, yang menjadi contoh paling terkenal.

Festival publik ini menampilkan berbagai pertunjukan yang diatur dengan baik bagi warga di Kota Roma.

Acara pertama adalah venationes dengan melibatkan sirkus dan pertarungan melawan hewan buas yang telah ditaklukkan oleh Romawi.

Acara kedua adalah damnatio ad bestias dan damnatio ad ferrum, eksekusi publik terhadap penjahat yang telah diadili.

Dalam damnatio ad bestias, penjahat akan berhadapan dengan hewan buas seperti singa atau gajah.

Sementara itu, dalam ad ferrum, mereka akan bertarung melawan Gladiator profesional.

Baca juga: Peradaban Romawi Kuno: Asal-usul, Karakteristik, dan Kondisi Geografis

Puncak dari Ludi Publici adalah kontes Gladiator yang dimulai dengan sesi pembukaan, dilanjutkan dengan pertarungan Gladiator melawan binatang buas.

Namun, yang paling dinantikan oleh masyarakat Romawi adalah pertarungan Gladiator tunggal.

Pertandingan ini sangat terstruktur, di mana petarung akan menunjukkan keterampilan bela diri yang tinggi.

Berbagai jenis Gladiator dengan senjata seperti pedang dan trisula juga memberikan aspek hiburan dalam pertarungan ini.

Meskipun petarung Gladiator biasanya adalah budak Romawi, mereka tetap mempunyai pendukung mereka sendiri di arena pertarungan.

Pertarungan Gladiator biasanya berlangsung antara 15 hingga 30 menit dan tidak selalu berakhir dengan kematian.

Gladiator yang kalah bisa menyerah dan nantinya penonton menentukan nasib mereka.

Setelah penutupan Ludi Publici, warga berkumpul di tempat yang disebut tabernae untuk beristirahat dan berbincang-bincang.

Baca juga: Fakta-fakta Mengejutkan tentang Bangsa Romawi Kuno

Perubahan politis dan akhir budaya Gladiator

Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan acara Gladiator menjadi sebuah isu politik yang semakin kompleks.

Pada awalnya, Dewan Pendeta Kota Roma bertanggung jawab atas penyelenggaraan festival pertarungan Gladiator, tetapi tanggung jawab ini kemudian berpindah ke tangan pejabat publik Romawi.

Tidak sedikit politikus yang berambisi memanfaatkan penyelenggaraan festival ini untuk meningkatkan popularitas mereka dengan mengalokasikan sumber daya besar untuk menyelenggarakan acara mewah.

Di zaman Kekaisaran Romawi, kaisar memanfaatkan festival publik sebagai alat propaganda untuk memperkuat kedudukannya dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Namun, ketika Konstantinus I naik takhta, sikap yang lebih toleran terhadap agama Kristen membawa dampak besar.

Penyebaran Kristen di antara masyarakat Romawi mengakibatkan penurunan pesat dalam popularitas pertarungan Gladiator.

Pertarungan ini dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai Kristen dan dihubungkan dengan warisan budaya paganisme Romawi kuno.

Akibatnya, balap kereta kuda mulai menggantikan peran utama pertarungan Gladiator dalam budaya Kekaisaran Romawi yang baru.

Referensi:

  • Wiedemann, T. (2002). Emperors and gladiators. Routledge.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com