Dalam Demokrasi Terpimpin, pemimpin memiliki prerogatif untuk menentukan kebijakan ketika kesepakatan tidak dapat dicapai.
Pada 16 Agustus 1967, Soeharto secara resmi mendefinisikan Demokrasi Pancasila sebagai bentuk demokrasi berkedaulatan rakyat yang didasarkan dan diselaraskan dengan sila-sila dalam Pancasila.
Definisi ini menegaskan keterkaitan erat antara demokrasi dan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan ideologi negara.
Demokrasi Pancasila juga diarahkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif.
Hal ini bertujuan untuk mencegah konflik berlebihan atau konsensus berlebihan, sehingga proses pengambilan keputusan dapat mencapai keseimbangan yang diinginkan.
Dengan demikian, konsep Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru mencerminkan upaya untuk menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi dengan nilai-nilai lokal yang tercermin dalam Pancasila.
Baca juga: Esensi Demokrasi Pancasila
Meskipun memiliki banyak manfaat, nyatanya implementasi demokrasi Pancasila menghadapi banyak kritik yang menjadi salah satu penyebab demonstrasi mahasiswa kepada Presiden Soeharto.
Kegagalan implementasi Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (1966-1998) dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kekuasaan eksekutif yang tidak mengalami rotasi menyebabkan Soeharto dapat memegang kendali selama lebih dari 30 tahun.
Ketidakberlanjutan kepemimpinan ini berpotensi menciptakan monopoli kekuasaan dan menghambat perkembangan demokrasi.
Sistem rekrutmen politik secara tertutup menyebabkan hanya orang-orang terdekat Soeharto yang mendapat posisi penting dalam pemerintahan.
Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan, kurangnya pluralitas, dan kurangnya partisipasi yang sehat dalam proses politik.
Proses pemilihan umum yang tidak demokratis menciptakan hambatan bagi partai-partai oposisi untuk bersaing secara adil.
Terbatasnya kesempatan bagi partai oposisi untuk berkompetisi dapat merugikan prinsip dasar demokrasi yang mengutamakan persaingan politik adil dan terbuka.
Praktik korupi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela menciptakan lingkungan pemerintahan yang korup dan tidak transparan.