Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Pancasila pada Masa Orde Baru

Kompas.com - 20/11/2023, 16:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejarah politik Indonesia telah mencatat bab penuh warna pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto sejak 1966 hingga 1998.

Era ini tidak hanya ditandai oleh stabilitas ekonomi, tetapi juga sebuah sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila.

Meskipun terdengar megah, demokrasi ini ternyata memiliki realitas yang lebih kompleks dan kontroversial.

Bagaimana kondisi politik Indonesia pada masa tersebut dan apa alasan di balik ketidakberhasilannya implementasi Demokrasi Pancasila?

Baca juga: Soeharto Lengser, Mahasiswa Tuntut Pembersihan Total Rezim Orde Baru

Apa itu demokrasi Pancasila?

Demokrasi Pancasila merupakan sistem pemerintahan yang diarahkan oleh hikmat kebijaksanaan melalui proses musyawarah dan perwakilan, yang didasarkan pada ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, menyatukan Indonesia dan bertujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Oleh karena itu, implementasi demokrasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Pancasila sebagai dasar negara.

Setiap sila dalam Pancasila menduduki posisi yang setara dan bersatu padu membentuk landasan demokrasi. Peranan Pancasila sangat signifikan dalam ranah politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam penyelesaian berbagai masalah nasional melalui proses musyawarah guna mencapai kesepakatan.

Istilah secara formal pertama kali dicantumkan dalam Tap MPRD Nomor XXXVII/MPRS/1968 yang menjelaskan tata cara bermusyawarah dan pengambilan keputusan berdasarkan mufakat atau suara terbanyak.

Dalam Demokrasi Pancasila, prinsip utamanya adalah kedaulatan rakyat yang menegaskan bahwa kekuasaan politik berada di tangan rakyat dan proses pemilihan umum demokratis menjadi sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin.

Baca juga: Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila pada masa orde baru

Demokrasi Pancasila merupakan konsep demokrasi yang dianut oleh Indonesia pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (1966-1998), muncul sebagai respons terhadap pendekatan sebelumnya, yaitu Demokrasi Terpimpin yang diterapkan oleh Soekarno.

Demokrasi Pancasila memperkenalkan perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan Indonesia, dengan menekankan pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat dalam proses pengambilan keputusan.

Ini berarti bahwa pemimpin tidak dapat bertindak sepihak jika kesepakatan melalui musyawarah tidak tercapai.

Dalam konteks ini, pemungutan suara menjadi alternatif yang harus dilakukan untuk mencapai keputusan lebih demokratis.

Menurut Mahfud MD, dalam bukunya Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan (2003), Demokrasi Pancasila memiliki fokus pada musyawarah untuk mencapai mufakat.

Jika mufakat tidak dapat dicapai, proses pengambilan keputusan melibatkan pemungutan suara, yang merupakan perbedaan utama dengan Demokrasi Terpimpin.

Dalam Demokrasi Terpimpin, pemimpin memiliki prerogatif untuk menentukan kebijakan ketika kesepakatan tidak dapat dicapai.

Pada 16 Agustus 1967, Soeharto secara resmi mendefinisikan Demokrasi Pancasila sebagai bentuk demokrasi berkedaulatan rakyat yang didasarkan dan diselaraskan dengan sila-sila dalam Pancasila.

Definisi ini menegaskan keterkaitan erat antara demokrasi dan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan ideologi negara.

Demokrasi Pancasila juga diarahkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif.

Hal ini bertujuan untuk mencegah konflik berlebihan atau konsensus berlebihan, sehingga proses pengambilan keputusan dapat mencapai keseimbangan yang diinginkan.

Dengan demikian, konsep Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru mencerminkan upaya untuk menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi dengan nilai-nilai lokal yang tercermin dalam Pancasila.

Baca juga: Esensi Demokrasi Pancasila

Kritik dan kegagalan demokrasi Pancasila 

Meskipun memiliki banyak manfaat, nyatanya implementasi demokrasi Pancasila menghadapi banyak kritik yang menjadi salah satu penyebab demonstrasi mahasiswa kepada Presiden Soeharto.

Kegagalan implementasi Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (1966-1998) dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kekuasaan eksekutif yang tidak berotasi

Kekuasaan eksekutif yang tidak mengalami rotasi menyebabkan Soeharto dapat memegang kendali selama lebih dari 30 tahun.

Ketidakberlanjutan kepemimpinan ini berpotensi menciptakan monopoli kekuasaan dan menghambat perkembangan demokrasi.

Rekrutmen politik yang tertutup

Sistem rekrutmen politik secara tertutup menyebabkan hanya orang-orang terdekat Soeharto yang mendapat posisi penting dalam pemerintahan.

Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan, kurangnya pluralitas, dan kurangnya partisipasi yang sehat dalam proses politik.

Sistem pemilu dianggap kurang demokratis

Proses pemilihan umum yang tidak demokratis menciptakan hambatan bagi partai-partai oposisi untuk bersaing secara adil.

Terbatasnya kesempatan bagi partai oposisi untuk berkompetisi dapat merugikan prinsip dasar demokrasi yang mengutamakan persaingan politik adil dan terbuka.

Praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme)

Praktik korupi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela menciptakan lingkungan pemerintahan yang korup dan tidak transparan.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pada masa itu.

Kegagalan Demokrasi Pancasila mencapai puncaknya pada krisis ekonomi, pelanggaran HAM, dan praktik KKN yang memuncak pada protes massa pada pertengahan tahun 90-an.

Protes ini memicu kejatuhan rezim Orde Baru, hingga pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden dan menyerahkan kekuasaannya kepada BJ Habibie.

Peristiwa ini menjadi titik awal era Reformasi, di mana Indonesia beralih ke sistem demokrasi yang lebih terbuka dan responsif terhadap aspirasi rakyat.

 

Referensi:

  • Aswandi, B., & Roisah, K. (2019). Negara hukum dan demokrasi dalam kaitannya dengan hak asasi manusia (HAM). Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(1), 128-145.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com