Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Siti Walidah, Pahlawan Perempuan Pendiri Aisyiyah

Kompas.com - 10/11/2023, 11:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Siti Walidah adalah tokoh emansipasi perempuan yang berasal dari Yogyakarta.

Meskipun nama Siti Walidah jarang terdengar, tetapi ia banyak berkiprah di organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Semasa hidup, Siti Walidah memperjuangkan kesetaraan dan rasa adil untuk perempuan melalui berbagai cara, seperti pendidikan dan keagamaan.

Siti Walidah dipanggil pula sebagai Nyai Ahmad Dahlan karena ia menikah dengan KH Ahmad Dahlan.

Baca juga: Nyai Ahmad Dahlan: Masa Muda, Kiprah, dan Akhir Hidup

Awal kehidupan

Siti Walidah lahir di Yogyakarta pada 3 Januari 1872 M.

Ia berasal dari keluarga yang sangat taat beragama. Ayahnya adalah seorang penghulu kraton bernama H. Muhammad Fadlil bin Kiai Penghulu Haji Ibrahim bin Kiai Muhammad Hassan Pengkol bin Kiai Muhammad Ali Ngraden Pengkol.

Sementara itu, sang ibu dikenal dengan nama Nyai Mas, yang juga berasal dari Kampung Kauman, Yogyakarta.

Dengan latar belakang keluarganya, tidak heran apabila Siti Walidah sejak belia sudah diajari mengaji Al-Quran.

Sejak kecil, ia juga tidak pernah menempuh pendidikan formal. Sebab, pandangan masyarakat Kauman pada saat itu menganggap bahwa sekolah di sekolah formal adalah hal yang haram.

Terlebih lagi, pada masa itu, sekolah-sekolah banyak didirikan oleh Belanda.

Oleh karena itu, pendidikan yang diterima Siti Walidah hanya berasal dari kedua orang tuanya.

Baca juga: Ahmad Dahlan: Kehidupan, Perjuangan, dan Perannya di Muhammadiyah

Menjadi Nyai Ahmad Dahlan

Sejak usia 9 tahun, Siti Walidah dipingit oleh kedua orang tuanya sampai tiba saat ia menikah dengan Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal sebagai KH Ahmad Dahlan.

KH Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah pada 1889 yang baru berusia 17 tahun, sedangkan Ahmad Dahlan berusia 21 tahun.

Sejak menikah dengan Ahmad Dahlan, Siti Walidah lebih akrab disapa sebagai Nyai Ahmad Dahlan.

Pernikahan keduanya dikaruniai enam orang anak, yaitu:

  1. Djohanah (1890)
  2. Haji Siradj Dahlan (1898)
  3. Siti Busyra Islam (1903)
  4. H. Siti Aisyah Hilal (1905)
  5. Irfan Dahlan (1907)
  6. Siti Zuharah Masykur (1908)

Siti Walidah memang bukan istri satu-satunya Ahmad Dahlan, karena sebelumnya ia sudah pernah menikah dengan Nyai Abdullah.

Dengan demikian, pernikahan Ahmad Dahlan dengan Siti Walidah bukan perkawinan pertama.

Namun, Siti Walidah memang satu-satunya istri yang paling lama mendampingi Ahmad Dahlan, sampai ia wafat.

Oleh karena itu juga, hanya Siti Walidah yang mendapat sebutan Nyai Ahmad Dahlan.

Baca juga: Aisyiyah: Latar Belakang, Peran, dan Program

Mendirikan Sopo Tresno atau Aisyiyah

Pada 1914, Siti Walidah mendirikan Sopo Tresno, sebuah kelompok pengajian wanita.

Pada masa itu, kegiatan Sopo Tresno hanyalah pengkajian agama yang disampaikan secara bergantian oleh Siti Walidah dan suaminya, Ahmad Dahlan.

Siti Walidah sendiri fokus pada ayat-ayat Al-Quran yang membahas mengenai isu-isu perempuan.

Seiring berjalannya waktu, Sopo Tresno berkembang menjadi sebuah organisasi perempuan.

Awalnya, proposal pengajuan Sopo Tresno sebagai sebuah organisasi ditolak.

Kemudian, mereka memutuskan untuk mengganti nama Sopo Tresno menjadi Aisyiyah, yang berasal dari nama istri Nabi Muhammad, yaitu Aisyah.

Setelah berganti nama, kelompok ini pun diresmikan pada 22 April 1917 yang diketuai oleh Siti Walidah.

Lima tahun kemudian, Aisyiyah menjadi bagian dari organisasi Muhammadiyah.

Baca juga: Apa Itu Kweekschool Muhammadiyah?

Aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah

Setelah KH Ahmad Dahlan meninggal dunia pada 1923, Siti Walidah masih terus aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Pada 1926, Siti Walidah memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 di Kota Surabaya, Jawa Timur.

Ia menjadi wanita pertama yang memimpin konferensi itu.

Hingga 1934, Siti Walidah masih terus memimpin Aisyiyah.

Aisyiyah sempat dilarang beroperasi pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, tepatnya pada 10 September 1943.

Meskipun saat itu sudah tidak lagi memimpin Aisyiyah, Siti Walidah masih terus berjuang menjaga para siswanya dari paksaan untuk menyembah matahari seperti yang diperintahkan Jepang.

Selain itu, Siti Walidah juga turut membantu para tentara Indonesia yang sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia dengan cara memasakkan sup dan mempromosikan dinas militer kepada mantan murid-muridnya.

Wafat

Siti Walidah meninggal dunia pada 31 Mei 1946 pukul 13.00 WIB.

Jasadnya dimakamkan di belakang Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.

Untuk mengenang perjuangannya, pada 10 November 1971, Siti Walidah dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soeharto.

Penetapan ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK/Tahun 1971.

Guna mengingat kembali perjuangan-perjuangannya, kisah Siti Walidah diangkat menjadi sebuah film bertajuk Nyai Ahmad Dahlan pada 2017, yang disutradarai oleh Olla Atta Adonara.

 

Referensi:

  • Burhanuddin, Jajat. Saiful Umam. dkk. (2002). Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Ajisaka, Arya. (2004). Mengenal Pahlawan Indonesia: Penuntun Belajar. Jakarta: Kawan Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com