Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Muasal Kata Santri

Kompas.com - 22/10/2023, 10:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SANTRI itu asal mulanya tidak dari bahasa Arab, tetapi Sansekerta. Bahasa itu termasuk dalam payung Indo-Eropa, bagian di dalamnya bahasa Arya, dari rumpun yang juga menyebar di Asia yang menjadi dasar bahasa Melanesia dan Astronesia.

Di dalamnya termasuk bahasa Melayu, Jawa, Batak, Sunda, Madura, Bugis, Dayak, Aceh, Sasak, Bali, Minahasa, Nias, dan seterusnya di pulau-pulau Nusantara.

Semua bahasa-bahasa Nusantara berasal dari rumpun itu, kawin mawin dan campur karena pergaulan sosial dan ekonomi menjadikan bahasa masing-masing unik dan berkembang.

Naskah-naskah dalam sastra kuno di kerajaan Jawa seperti Majapahit menggunakan bahasa yang lebih dekat dengan bahasa Sansekerta, seperti kata Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma.

Bahasa Sansekerta pengaruhnya luas, setelah bahasa Belanda masuk pelan-pelan mewarnai dan bercampur dengan bahasa Melayu yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia.

Di era saat ini jelas bahasa Inggris memengaruhi banyak kata dan struktur dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Arab juga memegang peranan penting, karena iman dan agama Islam berperan dalam sisi sosial dan budaya di Nusantara.

Namun khusus kata santri tidak dari bahasa Arab, walaupun praktiknya digunakan dalam menjalankan agama yang asalnya dari sana.

Agama tidak serta merta tetap dan melekat pada asal kelahiran, tetapi terjadi kompromi dan evolusi dengan budaya lokal. Islam juga dalam praktiknya berubah di Indonesia. Kata santri adalah buktinya.

Dalam kata santri tidak ada huruf Arab yang asli membunyikannya. Dalam bahasa yang berasal dari rumpun Semitik termasuk di dalamnya Ibrani dan Aramaik, dan bahasa-bahasa di Timur Tengah lainnya, kata santri tidak ditemui bunyinya.

Bahasa dari rumpun Semitik juga bercampur dengan bahasa Yunani, Latin, Persia, dan lain-lain. Di Indonesia bahasa Arab juga bertemu dengan rumpun Indo-Eropa, termasuk Sansekerta. Ini unik, Islam berjumpa dengan Hinduisme dan Buddhisme.

Islam berjumpa dengan Kristiani dan Yahudi sudah jamak di Timur Tengah. Namun Islam berjumpa dengan tradisi India, terjadi di India dan Indonesia.

Kata santri yang merujuk ke Sansekerta merupakan bukti silang dan bercampurnya tradisi Arab dan India.

Dalam penampilan wayang, para cantrik menghadap para resi, termasuk punokawan Semar, Petruk, Gareng dan Bagong adalah cantrik dan Begawan.

Santri sudah di-Indonesiakan, diucapkan sesuai dengan bahasa etnis masing-masing.
Santri mengandung konsonan ganda t dan r, tri.

Itu unsur pengucapan bunyi Sansekerta dan dalam bahasa Indonesia saat ini umum. Bahasa Inggris pun ada dua konsonan itu dibunyikan seperti kata tiga, three. Bahasa Arab tidak mengenal itu.

Kata santri digunakan untuk menyebut orang yang mencari ilmu di pesantren, kenapa bukan tilmidz, jamaknya talamidz? Tidak pula thalib, thullab, atau bentuk-bentuk lain, seperti Taliban.

Di Sumatera ada gerakan tawalib, yang juga dikenal dalam gerakan pendidikan dan kebangsaan. Sama juga gerakan padri yang terkenal melawan penjajahan itu.

Kata santri adalah produk Nusantara, dari tradisi Sansekerta diserap dalam bahasa Indonesia saat ini. Begitu juga institusi pesantren tidak semata-mata kembali pada tradisi Timur Tengah. Ber-islam bukan berarti harus ber-Arab.

Bentukan kata pesantren juga dari santri, merujuk pada tempat di mana santri mengaji. Pesantren memang lebih menyerupai ashram dalam tradisi India yang masih bertahan.

Dalam bahasa Indonesia juga dikenal istilah asrama semacam boarding school, tempat tinggalnya para penuntut pencerahan. Santri dan ashram memang dekat. Begitu juga semacam seminari dalam tradisi Katolik.

Dalam Buddhisme memang juga ada vihara pusat para bhante lelaku. Pesantren juga bisa dibandingkan dengan lembaga itu.

Samanera dan samaneri kurang lebih sebanding dengan santri. Proses sebelum menjadi Bhante atau melakukan penggemblengan awal sebelum ditahbiskan menggunakan istilah itu.

Memang dalam tradisi Islam tidak ada lembaga kependetaan seperti tradisi Buddha dan Katolik, tetapi pesantren secara sosial dan politik bisa dipahami seperti itu.

Dalam Katolik ada orde atau syarekat yang kuat. Dalam Islam hanya ada mazhab yang merujuk semua kelompok, baik awam atau kiai. Ordo dalam Katolik khusus pada imam. Dalam pesantren ada kiai, bukan syaikh dalam Arab.

Para santri yang sukses dan berbagai proses akan dijuluki kiai, jika membimbing santri atau mengasuh pesantren. Kiai, sama juga dengan santri, juga ada dalam tradisi Nusantara, bukan Timur Tengah.

Di Yogyakarta dan Solo, kiai merujuk pada penghormatan tidak hanya manusia, tetapi benda dan makhluk lain. Keris disebut kiai. Kerbau di Solo yang dikeramatkan dijuluki kiai. Orang yang telah meninggal, jasadnya disebut kiai.

Kiai adalah bentuk tradisi di Jawa dalam menghormati fungsi. Mungkin sama dengan Siraja di Batak. Para pemimpin adat dan pemimpin upacara sering mendapat gelar seperti Damang Pijar atau Mantir di suku Dayak.

Kiai adalah tetua atau sesepuh yang umum dijumpai dalam etnis-etnis di Indonesia dengan sebutan bermacam-macam. Kiai menyangkut upacara yang mempunyai pengaruh sosial dan politik.

Pemimpin agama Kristen ada yang disebut Kiai, yaitu Kiai Sadrach (1838-1924) di Jawa. Juga bergelar Radin Abbas Supranata, beliau memang unik. Berkiprah di gereja Kristen tetapi bergelar Kiai, seperti di pesantren. Mungkin ini awal inklusivitas kiai.

Lalu, apakah para cantrik dalam Hindu, samanera/samaneri Buddha, frater dan bruder Katolik, para murid-murid sekolah theologi Kristen, bisa disebut santri? Toh kata santri juga berasal dari bahasa Sansekerta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com