KOMPAS.com - Politik Pintu Terbuka adalah sebuah sistem yang diterapkan pemerintah Belanda di Indonesia untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di tanah Nusantara.
Kebijakan Politik Pintu Terbuka diterapkan pada 1870 hingga 1900.
Lewat sistem ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi), sehingga tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual.
Oleh sebab itu, ada kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
Tujuan Belanda menerapkan Politik Pintu Terbuka adalah meningkatkan taraf kehidupan rakyat jajahan.
Dalam pelaksanaannya, Politik Pintu Terbuka telah memberikan dampak tersendiri bagi Indonesia.
Baca juga: Politik Pintu Terbuka Belanda: Pengertian, Tujuan, dan Dampak
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka membawa akibat bagi Indonesia yaitu:
Pada 1830, Johannes van den Bosch menerapkan Sistem Tanam Paksa di Indonesia untuk mengatasi kekosongan kas Belanda.
Ide yang dicetus Van den Bosch ini pun berhasil membawa keberuntungan melimpah bagi Belanda, tetapi menyengsarakan rakyat Indonesia.
Oleh sebab itu, dengan diterapkannya Politik Pintu Terbuka, sistem tanam paksa pun dihapus.
Terlebih, Politik Pintu Terbuka tidak lepas dari peran golongan liberalis dan humanitaris yang menentang sistem tanam paksa.
Sejak Politik Pintu Terbuka diterapkan, rakyat Indonesia yang bekerja sebagai buruh di perkebunan atau pabrik dibayar menggunakan uang.
Hal ini yang kemudian membuat rakyat Indonesia mulai mengenal arti penting uang dan mengenal barang-barang ekspor dan impor.
Baca juga: Dampak Politik Pintu Terbuka
Seiring dengan dimulainya kebijakan Politik Pintu Terbuka, para pengusaha swasta Barat pun mulai berbondong-bondong datang ke Indonesia.
Mereka menanamkan modalnya di bidang perkebunan, seperti perkebunan teh, kopi, tebu, kina, kelapa sawit, dan karet.