KOMPAS.com - Situs Istana Kota Piring terletak di Pulau Biram Dewa dan secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Melayu Kota Piring, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Di situs ini, dulunya berdiri istana tempat pemerintahan Kesultanan Johor-Riau-Lingga yang dikelilingi dengan benteng.
Sayangnya, keberadaan Istana Kota Piring kini hampir tidak dapat dilihat jejaknya karena di sekitar situs telah dibangun permukiman warga.
Baca juga: Situs Istana Damnah, Peninggalan Kesultanan Lingga
Dari Tuhfat Al-Nafis (1865) karya Raja Ali Haji, diketahui bahwa pembangunan Istana Kota Piring sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Johor-Riau-Lingga diawali dengan pencarian lokasi yang dilakukan bendahara Tun Abdul Jalil atas perintah Sultan Mahmud Syah II.
Pada 4 Oktober 1722, dimulailah pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dari Istana Kota Piring.
Sejak itu, Istana Kota Piring menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Johor-Riau-Lingga hingga 10 November 1784, ketika Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fisabilillah gugur melawan VOC.
Yang Dipertuan Muda atau Raja Muda adalah sebuah jabatan yang berada langsung di bawah sultan.
Pada masa Raja Haji Fisabilillah (1777-1784), Riau menjadi salah satu pusat perdagangan paling ramai di Asia Tenggara.
Setelah Raja Haji Fisabilillah gugur, Kesultanan Johor-Riau-Lingga terpaksa mengakui kekuasaan VOC dan kehilangan hak monopoli perdagangan di Kepulauan Riau.
Baca juga: Benteng Pulau Cingkuk, Pelindung Monopoli VOC di Pesisir Minangkabau
Sebenarnya kekuasaan VOC tidak lama karena dapat diusir oleh sultan yang menerima bantuan dari berbagai daerah.
Meski begitu, sultan memilih memindahkan pusat kekuasaannya dari Kota Piring ke Daik Lingga untuk menghindari serangan balasan dari VOC.
Alhasil, sejak 1787, Istana Kota Piring ditinggalkan dan dibumihanguskan, sehingga tidak lagi digunakan untuk pemerintahan kesultanan.
Tindakan bumi hangus menyisakan fondasi dan dinding benteng dari batu gamping dan pasir laut, yang dulu mengelilingi istana.
Pada abad ke-18, dinding benteng keliling yang berhias pinggan dan piring dengan permukaan licin yang memantulkan sinar matahari, merupakan karya arsitektur yang luar biasa indah.
Penamaan Istana Kota Piring pun berasal dari struktur tembok istana yang dipenuhi dengan piring-piring dari keramik buatan China dan Eropa.
Baca juga: Benteng Putri Hijau, Peninggalan Kerajaan Aru yang Pernah Dirusak
Di situs ini pernah ditemukan fragmen keramik dari masa Dinasti Yuan, Dinasti Ming, dan piring-piring dari Siam.
Keramik-keramik yang dikoleksi di Istana Kota Piring sudah terseleksi kualitasnya.
Menurut Perret, pagar keliling yang menjadi pusat pemerintahan merupakan sistem pertahanan berupa benteng untuk mencegah adanya gangguan keamanan dari luar.
Kini, di situs Istana Kota Piring telah berdiri banyak rumah warga, termasuk sejumlah fasilitas umum.
Meski telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya dan ada plang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang tentang larangan membangun di kawasan tersebut, pembangunan permukiman yang dilakukan sejak 1990-an terus saja berjalan.
Kondisi reruntuhan Istana Kota Piring juga memprihatinkan, hanya terlihat sisa-sisa tembok istana yang sudah lapuk dengan ketebalan rata-rata sekitar 30 cm dengan ketinggian maksimal 2 meter.
Referensi: