Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Berdirinya MUI dan Riwayat Ketua Umum dari Masa ke Masa

Kompas.com - 09/05/2023, 19:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim dalam membimbing dan mengayomi umat Islam di Indonesia.

MUI telah berdiri sejak satu dekade kepemimpinan Soeharto, tepatnya pada 1975. Lembaga ini kali pertama diketuai oleh Buya Hamka.

Berdirinya MUI berkaitan dengan kondisi politik pada masa awal Orde Baru yang cenderung belum stabil.

Baca juga: Kondisi Politik masa Orde Baru 

Latar belakang berdirinya MUI

Menjelang akhir pemerintahan Orde Lama hingga permulaan Orde Baru, nuansa politik di Indonesia mengalami krisis.

Krisis yang paling menonjol kala itu adalah lunturnya sikap saling percaya antar golongan, baik antara umat Islam dan pemerintah, maupun antar ideologi yang ada.

Krisis kepercayaan tersebut juga merupakan warisan dari masa Orde Lama, khususnya dalam geliat Demokrasi Liberal dan Terpimpin.

Sebagaimana menurut Deliar Noer (1987: 425-449), hubungan antara Islam dan negara dalam masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin, dalam kategori tidak baik.

Baca juga: Keadaan Politik pada Masa Demokrasi Liberal

Orde Lama

Kaum militer tidak menyukai gerakan-gerakan kaum Islam yang kala itu menonjol dari kaum separatis DI/TII atau PRRI/Permesta.

DI/TII dan PRRI memang menjadi musuh besar dari golongan militer yang sering terlibat dalam pertempuran-pertempuran besar.

Hal ini berdampak bagi stigma negatif kepada kaum ulama. Misalnya, kaum nasionalis kerap menyepelekan para ulama, ditambah lopini PKI yang mengatakan ulama sebagai dalangnya.

Tentunya simpang siur stigma negatif ini semakin mempertegang hubungan antara ulama dan pemerintah serta para masyarakat biasa.

Masyarakat juga merasakan ketakutan dalam menjalankan ritual keagamaan secara ketat.

Sebab, mereka bisa saja dianggap oleh pemerintah sebagai anggota separatis DI/TII.

Baca juga: Penyebab Pemberontakan DI/TII

Sebaliknya, mereka juga takut bila tidak menjalankan ritual keagamaan sebagaimana DII/TII karena bisa saja dianggap sebagai orang yang pro pemerintahan dan terancam dibunuh.

Untuk memecah kebuntuan tersebut, para ulama di Priangan Timur mengadakan pertemuan dengan militer pada 1956.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com