Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Kartini: Memperjuangkan Emansipasi dengan Literasi (Bagian I)

Kompas.com - 14/04/2023, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kartini sangat menyadari bahwa bahasa adalah alat untuk mencari ilmu pengetahuan terlebih pada zaman itu belum banyak buku ter jemahan.

Saya bersemangat untuk belajar bahasa bukan hanya untuk bicara dalam bahasa itu melainkan supaya saya dapat membaca karya para pengarang asing yang bagus dalam bahasa aslinya. Membaca karya-karya bagus adalah kenikmatan kami yang utama. Kalau saya mengusasi bahasa Belanda dengan baik, hari depan saya terjamin, lapangan kerja yang luas akan terbentang, dan saya akan mejadi anak manusia bebas. Saya hendak menekuni bahasa Belanda, menguasainya dengan sempurna agar saya dapat berbuat dengan bahasa itu semau saya. Dan saya akan mencoba dengan pena saya menumbuhkan perhatian mereka, yang dapat memberi bantuan dalam usaha kami untuk memperbaiki nasib perempuan Jawa.” Begitulah alasan-alasan Kartini yang saya kumpulkan dari bukunya.

Kartini juga paham bahwa ada unsur kesengajaan dari penguasa untuk menjadikan rakyat tetap bodoh karena “saya kira pemerintah berpendapat bahwa jika rakyat belajar, mereka tidak mau lagi mengerjakan tanah. Padahal merintangi kemajuan rakyat kiranya sama juga dengan perbuatan Czar, yang mengkhotbahkan perdamaian dunia, sedangkan ia sendiri menginjak-injak hak rakyatnya dengan kakinya. Oh sekarang saya mengerti mengapa orang tidak setuju dengan kemajuan orang Jawa. Kalau orang Jawa berpengetahuan ia tidak akan lagi mengiakan dan mengamini saja segala sesuatu yang ingin dikatakan atau diwajibkan kepadanya oleh atasannya.”

Darahnya sering mendidih karena apa yang dilihatnya tidak sesuai dengan idealisme yang dibangun dari pemikiran Barat yang dibaca dari buku, majalah, surat kabar, dan surat-surat dari teman-temannya bangsa Belanda yang meresap sampai lubuk hatinya.

Amboi! Alangkah besarnya pengaruh kebangsawanan pikiran dan budi, sehingga perubahan besar dalam kehidupan manusia dapat diwujudkan dalam waktu beberapa jam saja olehnya.” (hal. 57).

Akan tetapi di waktu lain dia pun mengatan, “Bodoh saya mengira bahwa kebangsawanan pikiran selalu seiring dengan kebangsawanan perangai—bahwa tingkat tinggi kecerdasan juga berarti keluhuran budi pekerti.“

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Kartini: Memperjuangkan Emansipasi dengan Literasi (Bagian II - Habis)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com