Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Kartini: Memperjuangkan Emansipasi dengan Literasi (Bagian I)

Kompas.com - 14/04/2023, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun walaupun demikian, Kartini mengakui bahwa tidak selalu mengerti apa yang dibacanya, namun tidak pernah putus asa. Dan yang dia lakukan adalah membaca ulang sampai dua, tiga, bahkan empat kali untuk memahaminya.

Kegembiraanya memuncak jika ternyata bacaan itu tidak hanya memberinya kenikmatan, tetapi juga pelajaran yang tidak terhingga banyaknya.

Jika tidak ada buku-buku, ia pasti binasa oleh berbagai kesedihan yang amat berat menekan jiwanya dan kehidupanya yang masih muda. Buku-buku memberinya makan untuk pikirannya yang senantiasa lapar dan jiwanya yang senantiasa bergelora.

Kartini bukan saja membaca masalah feminisme, akan tetapi melahap semua bacaan termasuk bidang militer, pendidikan, anak, kebudayaan, pertanian, dan sosial humaniora. Tidak kurang dari dua puluh judul buku yang dibahas dalam Habis Gelap Terbitlah Terang.

Kartini mendapatkan buku-buku kiriman dari teman koresponsensinya terutama dari R.M. Abendanon.

Bila hatinya sedang bersedih, ia hanya dapat menemukan hiburan dari sahabatnya yang tak bergerak, yaitu buku-buku. Kartini membaca bukan hanya sekadar pelipur lara, akan tetapi ia juga manganalisis setiap buku yang dibacanya.

Novel yang sangat disukai Kartini adalah Max Havelaar, yang kata Pramoedya Ananta Toer novel ini telah membunuh kolonialisme.

Novel ini mengisahkan kerja sama antara kolonial dangan para bangsawan atau pejabat pribumi dalam menjajah dan memeras pribumi, yang terkadang pejabat pribumi lebih kejam daripada para pejabat Belanda.

Latarnya adalah kisah kasih antara gadis yang bernama Saidjah dan pemuda yang bernama Adinda di daerah Lebak Banten.

Kartini menulis dengan hatinya daripada dengan pikirannya. Kata-katanya adalah gelora jiwanya. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan curahan hati yang penuh perasaan.

Dia menulis mengalir deras bagaikan air yang jebol dari bendungan karena “Semboyan saya adalah Saya Mau! Saya mau akan mendorong kita ke puncak gunung.”

Kartini begitu piawai dalam memilih kata untuk menggambarkan perasaan atau suasana batin maupun dalam meggambarkan lingkungan dan suasana.

Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita Katini yang ingin menjadi sastrawan. “Kamu tahu kegemaran saya terhadap kesusastraan, dan tentu tahu juga bahwa saya berita-cita menjadi pengarang yang berpengaruh.” (hal. 184).

Teman kami ingin melihat saya bekerja dengan pena saya untuk menaikkan derajat bangsa kita. Saya harus menerbitkan majalah atau sejenisnya, yang membela kepentingan rakyat dan saya sebagai pemimpin redaksinya.” (hal. 197)

Cita-cita besar Kartini ada dua, yaitu sebagai sastrawan dan guru. Namun ia sangat pesimistis cita-cita kedua karena dalam benaknya seorang guru haruslah sempurna, tidak hanya sebagai pengasah pikiran, tetapi juga sebagai pembentuk budi pekerti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com