Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu Menangis, Cerita Rakyat Kalimantan Barat

Kompas.com - 03/04/2023, 13:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Cerita Rakyat Batu Menangis merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat Kalimantan Barat.

Cerita Batu Menangis ini pada dasarnya mengisahkan tentang seorang anak perempuan yang kerap membangkang kepada ibunya.

Cerita ini bermula tentang sebuah keluarga yang beranggotakan sepasang suami istri dan seorang anak perempuan bernama Darmi.

Baca juga: Kisah Kesenian Reog yang Digunakan untuk Mengkritik Raja Majapahit

Namun, keluarga ini tidak selamanya hidup bahagia, kekalutan dalam menjalani kehidupan dalam keluarga bermula saat ayah Darmi meninggal dunia.

Sepeninggal ayahnya, ibu Darmi terpaksa harus menanggung segala beban keluarga, terutama untuk menghidupi anak tercintanya.

Darmi yang merupakan keturunan satu-satunya dari sepasang suami istri ini memang sangat senang sekali mempercantik diri.

Kegiatan bersolek diri ini semakin waktu semakin menjadi aktivitas wajib bagi dirinya. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk bercermin.

Kegiatan bersolek atau mempercantik diri sebenarnya sangat lumrah dilakukan, terutama bagi para perempuan.

Namun, Darmi telah terlalu berlebihan, sehingga membuatnya tidak mau melakukan aktivitas apa pun selain bersolek.

Ibunya yang sudah tua tentu sangat membutuhkan uluran tangan dari Darmi untuk bersama-sama melanjutkan hidup.

Baca juga: Kisah Mengapa Banyak Komodo di Labuan Bajo

Sebab, dalam keluarga itu tidak ada siapa-siapa yang perhatian terhadap mereka, kecuali diri mereka sendiri.

Oleh karena itu, mereka harus berusaha keras meneruskan hidup tanpa laki-laki.

Namun, Darmi tampaknya tidak menyadari hal tersebut dan justru selalu sibuk bersolek. Ia juga selalu membantah serta menolak perintah dan permohonan ibunya.

Suatu ketika, sang ibu meminta kepada anaknya untuk memasak ikan, tetapi Darmi menolak dengan alasan takut wajahnya kusam dan merusak kecantikannya.

Sang ibu tetap sabar meladeni sikap anaknya yang tak mau membantu dirinya walau sekadar memasak untuk makan mereka.

Namun, kesabaran ibunya semakin hari semakin diuji oleh sikap anaknya yang telah masuk kategori durhaka.

Sebab, Darmi tidak saja menolak perintah, tetapi juga mulai sering mengolok-olok ibunya sendiri dengan mengatai sang ibu jelek dan bau.

Siapa pula yang tak merasa kesal melihat tingkah laku Darmi dalam memperlakukan ibunya dengan tidak layak itu. Bahkan, tingkah Darmi membuat alam pun murka.

Suatu ketika, Darmi meminta ibunya untuk membeli baju baru ke pasar supaya tidak terlalu memalukan dirinya.

Sang ibu mengatakan bingung harus memilih baju yang seperti apa, kemudian berangkatlah mereka berdua.

Ketika berjalan di tengah ramainya pasar, Darmi tiba-tiba meminta kepada ibunya supaya jangan terlalu dekat karena ia malu terhadap sang ibu yang bau dan jelek.

Ibu pun terkejut. Namun, ia menyadari memang memakai baju jelek dan belum mandi ketika hendak berangkat. Ibu kemudian berjalan di belakang Darmi.

Darmi kemudian melihat sebuah baju yang bagus dan menghampirinya. Mereka kemudian memilih baju. Sang penjual baju lantas berkata, “Anak ibu cantik sekali”.

Darmi langsung mengelak, “Bukan, itu bukan ibu saya, itu pembantu saya”.

Sang penjual merasa heran. “Tapi wajah kalian berdua mirip”.

Baca juga: Sejarah Prambanan dan Kaitannya dengan Kisah Roro Jonggrang

Karena kesal dan malu, Darmi kemudian pergi menjauhi penjual itu dan membatalkan belanjanya. Ia bergegas pulang.

Ibu yang mendengar perkataan ini merasa sakit hati. Namun, ia tetap menahan sembari berjalan mengikuti Darmi dari belakang.

Dalam perjalanan pulang, ada seorang ibu berkata kepada ibu Darmi, “Andai saja saya punya anak laki-laki, pasti aku nikahkan dengan anak ibu yang cantik ini”.

Darmi langsung membantah lagi, “Saya bukan anaknya, dia ini pembantu saya, bukan ibu saya”.

Sang ibu langsung terdiam sedih melihat perlakuan anaknya, kemudian berkata, “Darmi, apa yang telah kamu ucapkan? Aku ini ibumu, aku yang melahirkanmu, aku yang menyusuimu, aku yang membesarkan sehingga cantik demikian”.

Perasaan ibu Darmi tentu sangat sakit dan kecewa atas perilaku anaknya. Dalam hati, ia berucap memohon ampunan kepada Tuhan atas tindakan anaknya ini.

Namun, tiba-tiba petir bergemuruh dahsyat, Darmi lantas tidak bisa menggerakkan kakinya. Ibu melihat anaknya merasakan sesuatu yang aneh.

“Ibu kakiku tak bisa digerakkan dan kaku," kata Darmi.

Ibu juga tak bisa menolong Darmi.

“Ibu, maafkan aku, ampunilah aku ibu,” pinta Darmi sambil menangis.

Namun, tubuh Darmi dengan cepat membeku dan kemudian sempurna menjadi batu.

Begitulah kisah mengapa ada batu di Kalimantan Barat yang mirip seperti wajah manusia yang sedang menangis, menurut cerita rakyat setempat.

Baca juga: Cerita Rakyat Kalimantan Barat tentang Batu Menangis

Referensi:

  • Kristiani, D. (2014). 100 Cerita Rakyat Nusantara. Jakarta Pusat: Bhuana Ilmu Populer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com