Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Candi Ngawen, Bangunan Suci untuk Dhyani Buddha

Kompas.com - 19/01/2023, 10:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Candi Ngawen merupakan kompleks percandian agama Buddha peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.

Secara administratif, Candi Ngawen terletak di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Di kompleks percandian ini, terdapat lima candi yang masing-masing diperuntukkan bagi lima Dhyani Buddha.

Candi Ngawen memiliki keistimewaan berupa empat arca singa yang diletakkan di bagian pojok kaki candi, yang tidak pernah ditemukan di candi-candi lain di Indonesia.

Baca juga: Candi Badut, Candi Tertua di Jawa Timur

Kapan Candi Ngawen dibangun?

Candi Ngawen merupakan sebuah kompleks percandian yang memiliki lima candi, yakni candi I, II, III, IV, dan V.

Kelima candi ini berdiri berderet sejajar, masing-masing berjarak empat meter, menghadap timur.

Candi II dan IV memiliki ukuran dan bentuk konstruksi yang sama.

Namun, dari kelima candi saat ini baru candi II yang telah dipugar pada 1927, sementara empat lainnya hanya tinggal kaki.

Saat ditemukan pada 1920, di kompleks percandian ini juga ditemukan dua arca Buddha yang tidak utuh, yakni arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa di dekat candi II dan arca Dhyani Buddha Amithaba di dekat candi IV.

Berdasarkan penemuan arca, keberadaan stupa, dan bentuk terasnya, dapat disimpulkan bahwa Candi Ngawen bercorak agama Buddha.

Selain itu, gaya arsitektur candi menunjukkan ciri-ciri bangunan dari abad ke-8 atau abad ke-9.

Diperkirakan, Candi Ngawen dibangun oleh Dinasti Syailendra yang menguasai Kerajaan Mataram Kuno.

Baca juga: Sejarah Candi Semar di Dieng, Pendamping Candi Arjuna

Fungsi Candi Ngawen

Melansir laman Kemdikbud, Candi Ngawen dibangun untuk Dhyani Buddha yang berjumlah lima.

Dalam kepercayaan Buddha, Dhyani Buddha merupakan simbol dari lima elemen kosmos (jagat Raya) yang masing-masing mewakili arah tertentu.

Kelima Dhyani Buddha tersebut di antaranya:

  • Dhyani Buddha Aksobya dengan Bhumisparsa mudra (menunjuk Bumi sebagai saksi), sebagai penguasa timur.
  • Dhyani Buddha Ratnasambhawa dengan Vara mudra (sikap memberi anugerah), sebagai penguasa selatan.
  • Dhyani Buddha Amithaba dengan Dhyana mudra (sikap bersemedi), sebagai penguasa barat.
  • Dhyani Buddha Amoghasidha, dengan Abhaya mudra (sikap menolak bahaya), sebagai penguasa utara.
  • Dhyani Buddha Wairochana, dengan Dharma Cakra Mudra (sikap memutar roda dharma), sebagai penguasa zenit (titik khayal di langit yang tegak lurus di atas bumi terhadap cakrawala).

Baca juga: Sejarah Candi Srikandi di Dieng

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com