KOMPAS.com - Joan of Arc adalah pahlawan revolusi Perancis yang telah dikultuskan sebagai Santo oleh Gereja Katolik Roma pada 1920.
Ketika usianya 17 tahun, gadis yang terlahir sebagai putri buruh tani ini memimpin pasukan Perancis ke Kota Orleans, yang saat itu terlibat Perang Seratus Tahun dengan Inggris.
Meski tanpa pelatihan militer, Joan berhasil membawa Perancis mendapatkan kemenangan dan merebut kembali wilayah-wilayah dari cengkeraman Inggris.
Namun, kisah Joan of Arc yang spektakuler berhenti begitu saja di usianya yang masih 19 tahun.
Ia ditangkap dan dieksekusi oleh musuh di tiang pancang dengan cara dibakar.
Pada tahun 1431, Joan of Arc dibakar setelah dituduh melakukan praktik ilmu sihir, bidah (perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam agama), dan berpenampilan seperti laki-laki.
Baca juga: Perang Seratus Tahun: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak
Jeanne d'Arc atau dalam bahasa Inggris disebut Joan of Arc lahir pada sekitar 1412 di pedesaan Domremy, di bagian timur laut Perancis.
Terlahir sebagai putri petani miskin, ia tidak diajari membaca atau menulis.
Sang ibu menuntunnya tumbuh sebagai gadis Katolik yang taat serta memiliki keterampilan rumah tangga.
Joan lahir ketika Perancis dan Inggris terlibat Perang Seratus Tahun (1337-1453).
Bahkan tidak sedikit penduduk di sekitarnya memilih melarikan diri karena berada di bawah ancaman invasi Inggris yang menduduki sebagian besar wilayah Perancis utara.
Baca juga: Revolusi Perancis: Penyebab, Dampak, dan Pengaruh terhadap Indonesia
Pada usia 13 tahun, Joan mulai mendengar suara-suara yang ia yakini sebagai wahyu Tuhan.
Ia percaya bahwa Tuhan telah memilihnya untuk memimpin Perancis menuju kemenangan dan menempatkan Charles sebagai raja yang sah.
Joan berhasil meyakinkan beberapa pihak bahwa ia merupakan sosok yang ditakdirkan untuk menyelamatkan Perancis.
Setelah memotong rambutnya dan berpakaian seperti laki-laki, Joan menghadap Charles.