KOMPAS.com - Pada 1869, Jakarta sudah memiliki angkutan massal pertama yang dikenal dengan sebutan trem.
Bentuk trem hampir mirip seperti kereta api dan juga memiliki gerbong. Bedanya, gerbong pada trem tidak sebanyak yang ada di kereta api.
Umumnya, di dalam satu trem, maksimal hanya ada dua gerbong untuk penumpang.
Berikut ini sejarah trem di Jakarta.
Baca juga: Kenapa Trem di Indonesia Hilang?
Sekitar tahun 1808-1811, di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, dibangun jalan raya yang menghubungkan daerah di Jawa dari Anyer hingga Panarukan.
Berkembangnya industri terutama perkebunan kemudian membuat para pemodal swasta mendesak pemerintah Hindia Belanda untuk merealisasikan pembangunan jalur kereta api untuk mengangkut hasil perkebunan.
Keinginan mereka pun dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1862, yang ditandai dengan pembukaan jalur kereta api pertama di Pulau Jawa, yaitu jalur Semarang-Vorstenlanden.
Semenjak jalur kereta api dibuka, transportasi pun mulai berkembang.
Bersamaan dengan itu, Batavia (sekarang Jakarta) juga telah dijadikan sebagai pusat perekonomian dan perdagangan.
Oleh sebab itu, wilayah Batavia membutuhkan sarana transportasi untuk mengangkut komoditas perdagangan dan para tenaga kerja yang efektif, efisien, cepat, dan murah.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun jaringan trem yang merupakan alat transportasi kota jarak dekat.
Baca juga: Sejarah Perkembangan Transportasi Dunia
Pada 1869, dibuka pertama kali jalur trem kuda yang dikelola oleh Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM).
Trem bertenaga kuda ini dapat menampung sekitar 40 penumpang.
Supaya trem tersebut bisa berjalan, maka dibutuhkan tenaga sekitar empat ekor kuda untuk menariknya.
Pada masa ini, ada dua rute yang dilewati oleh trem kuda, yaitu dari Tanah Abang sampai ke Jatinegara.