Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Munir, Aktivis HAM yang Diracun di Udara

Kompas.com - 26/09/2022, 18:00 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Munir adalah seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Munir merupakan salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Imparsial.

Munir dikenal sebagai aktivis yang vokal dan tidak kenal takut dalam memperjuangkan penegakan HAM di Indonesia.

Baca juga: Kronologi Pembunuhan Munir: Diracun di Udara Saat Menuju Belanda

Namun, Munir akhirnya dipaksa mengakhiri perjuangannya setelah ia dibunuh dengan cara diracun saat terbang menuju Belanda pada 7 September 2022.

Berikut ini biografi Munir berikut kasus-kasus HAM yang ia perjuangkan.

Awal kehidupan

Munir Said Thalib lahir di Batu, Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965.

Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Said Thalib dan ibunya adalah Jamilah.

Munir memiliki garis keturunan Arab Hadhrami dan Jawa.

Ia menghabiskan masa kecil dan menempuh pendidikan di kota kelahirannya, Malang.

Munir berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Semasa kuliah, Munir telah aktif di berbagai organisasi, seperti Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, serta Himpunan Mahasiswa Islam.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Pada 1989, Munir lulus dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan meraih gelar sarjana.

Setelah lulus kuliah, Munir menjadi relawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.

Ia bekerja di Surabaya selama dua tahun, kemudian kembali ke Malang untuk bekerja sebagai kepala pos LBH Surabaya di kota kelahirannya.

Setelah itu, Munir menjadi Wakil Ketua Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Mendirikan KontraS dan Imparsial

Munir menjadi salah satu tokoh pejuang HAM yang turut mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

KontraS resmi berdiri pada 20 Maret 1998 untuk menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan yang marak terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru.

Baca juga: Muchdi Purwoprandjono, Tokoh BIN yang Sempat Terseret Kasus Munir

Pada awalnya, KontraS lebih banyak fokus pada kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa selama Orde Baru.

Namun, dalam perkembangannya, KontraS juga menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di banyak daerah, seperti Aceh, Papua, dan Timor-Timur, serta konflik horizontal di Maluku, Sambas, Sampit, dan Poso.

Di KontraS, Munir menjabat sebagai Koordinator Badan Pekerja. Ia juga turut menangani kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis HAM pada 1997-1998 serta korban penembakan Tragedi Semanggi 1998.

Munir pun aktif mengawal dan mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh yang terjadi pada masa Operasi Jaring Merah (1990-1998) dan Operasi Terpadu (2003-2004).

Pada Juni 2002, Munir bersama 17 tokoh pejuang HAM Indonesia, kemudian mendirikan Imparsial.

Imparsial adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat untuk penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia.

Bersama lembaga ini, Munir memperjuangkan penegakan HAM terkait berbagai isu di Indonesia, termasuk kekerasan di Papua dan Aceh.

Penegakan HAM yang diperjuangkan Munir

Semasa hidupnya, Munir dikenal sebagai aktivis yang vokal dalam perjuangan penegakan HAM di Indonesia.

Beberapa kasus penegakan HAM yang pernah diperjuangkan Munir, antara lain adalah:

  • Tragedi Tanjung Priok (1984)

Munir menjadi penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok, sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Tragedi ini terjadi pada 14 September 1984, ketika para demonstran melancarkan aksi untuk menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang diusulkan Presiden Soeharto.

Dalam tragedi Tanjung Priok terdapat 24 orang tewas dan 55 korban luka-luka akibat tindakan aparat yang membubarkan paksa demonstran.

  • Kasus pembunuhan Marsinah (1993)

Munir bersama para aktivis HAM berjuang melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya demi memperjuangkan keadilan untuk Marsinah, seorang buruh yang diculik dan dibunuh pada 1993.

Mereka melalukan advokasi dan investigasi terhadap kasus pembunuhan Marsinah yang diduga dilakukan oleh aparat militer.

Dalam kasus Marsinah, Munir ditunjuk sebagai salah satu pengacara.

  • Penculikan aktivis (1997-1998)

Munir juga tampil di depan publik bersama KontraS kala menyuarakan kasus penculikan para aktivis pada masa Orde Baru.

Disebutkan bahwa terdapat 24 orang yang menjadi korban dalam penculikan para aktivis selama 1997 hingga 1998.

Dari 24 orang tersebut, 13 korban masih menghilang dan 9 aktivis dilepaskan setelah diculik.

Beberapa korban yang menghilang adalah Wiji Thukul (penyair dan aktivis asal Solo), Herman Hendrawan (mahasiswa Universitas Airlangga), dan Suyat (aktivis SMID).

Munir dengan tegas mendesak negara agar bertanggung jawab atas penculikan dan penghilangan paksa terhadap para aktivis tersebut.

Kala itu, Munir juga menjabat sebagai penasihat hukum korban dan keluarga korban penculikan.

Pembunuhan Munir

Munir meninggal dunia pada 7 September 2004, ketika sedang dalam perjalanan menuju Belanda untuk melanjutkan studi pascasarjana.

Munir yang berangkat dari Jakarta dalam kondisi sehat, diketahui sakit saat dalam penerbangan.

Munir sempat mendapatkan perawatan dari seorang dokter yang juga menumpang di pesawat tersebut, tetapi nyawanya tidak tertolong.

Ia mengembuskan napas terakhirnya pada pukul 08.10 waktu setempat, ketika pesawat berada di ketinggian 40.000 kaki di atas tanah Rumania.

Baca juga: Penegakan HAM yang Dilakukan Munir

Dari hasil autopsi, diketahui terdapat racun arsenik dalam tubuh Munir.

Diduga, ia diracun saat sedang dalam penerbangan menumpang pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Belanda.

Setelah melewati penyelidikan dan penyidikan yang panjang dan berbelit, pada 20 Desember 2005, seorang pilot pesawat Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dijatuhi vonis 14 tahun penjara sebagai aktor pembunuhan Munir.

 

Sumber:

  • Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi. (2004). Indonesia: GagasMedia.
  • Aning S., F. (2005). 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20. Indonesia: Narasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com