Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Bersiap, Pembantaian Orang Belanda Selama Revolusi Kemerdekaan

Kompas.com - 09/09/2022, 08:00 WIB
Tri Indriawati

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Masa Bersiap adalah istilah yang disematkan Belanda untuk menyebut periode kekerasan terhadap orang-orang Eropa di Indonesia selama revolusi kemerdekaan pada 1945-1946.

Belanda menggambarkan Periode Bersiap sebagai sebuah masa yang sangat mengerikan dan mencekam.

Disebutkan bahwa sekitar 3.500 hingga 20.000 orang terbunuh dalam kerusuhan, kekacauan, serta penjarahan yang terjadi selama Masa Bersiap.

Baca juga: Alasan Belanda Tidak Mengakui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Korban yang berjatuhan pun tidak hanya dari kalangan Belanda, tetapi juga orang-orang peranakan Indo-Eropa, China, hingga etnis Maluku di Jawa.

Latar belakang

Masa Bersiap merupakan sebuah teror, kekacauan, dan kekerasan yang dilatarbelakangi amarah dan keinginan balas dendam pribumi terhadap kolonialisme Belanda.

Periode ini terjadi seusai Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Namun, pada saat itu, Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

Belanda merasa masih berhak atas Indonesia, sehingga mereka berupaya kembali merebut kekuasaan.

Pada Oktober 1945, pemerintah Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan menempatkan Letnan Gubernur Jenderal Huib van Mook di Batavia (Jakarta).

Keinginan Belanda untuk kembali menduduki Indonesia pun menyulut amarah dan kebencian rakyat pribumi.

Kelompok pribumi dengan mengatasnamakan diri sebagai Pemoeda atau Pelopor, kemudian merampok dan menyerang orang-orang Belanda dan keturunannya serta mereka yang dianggap pro kolonialisme.

Aksi ini awalnya terjadi di Depok yang dikenal sebagai pusat permukiman orang-orang Belanda dan keturunan Indo-Eropa. 

Namun, kerusuhan dan kekacauan selama Periode Bersiap kemudian meluas ke daerah-daerah lain di Jawa serta sebagian kecil wilayah Sumatera.

Mengapa disebut Bersiap?

Kata Bersiap digunakan Belanda untuk menyebut periode revolusi itu, karena kerap terdengar seruan "Siap! Siap!" oleh kelompok pro-Republik Indonesia pada masa itu.

Para Pemoeda akan menyerukan kata "Siap! Siap!" sembari mengangkat senjata ketika ada orang-orang yang dinilai menjadi musuh bagi revolusi kemerdekaan Indonesia, memasuki wilayah pro-republik.

Sejarawan sekaligus tokoh pers Indonesia, Rosihan Anwar, menuliskan kesaksian seputar Periode Bersiap dalam bukunya yang berjudul "Napak Tilas ke Belanda. 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949".

"Masa itu dikenal sebagai masa perjuangan: Bersiap. Belanda menamakannya Bersiap-periode. Bila malam telah tiba, rakyat di gang dan lorong kecil waktu mendengar aba-aba teriakan 'siap' lalu mengambil tempat di balik barikade rintangan dengan bersenjata bambu runcing, golok, satu, dua senjata api, seperti pistol, menantikan kedatangan serdadu-serdaru Nica-Belanda yang lewat. Bentrokan senjata terjadi. Korban berjatuhan di kedua belah pihak."

Pada dasarnya, istilah Bersiap lebih banyak digunakan dalam tulisan-tulisan sejarah dan hasil penelitian akademis Belanda, tetapi justru kurang dikenal di Indonesia.

Indonesia lebih sering menyebut periode itu sebagai Revolusi Nasional Indonesia atau Agresi Militer, yakni masa-masa mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda pada periode 1945-1950.

Sejarawan Indonesia, Bonnie Triyana, sempat menyoal penggunaan istilah Bersiap yang dinilai memiliki kesan rasisme.

Bonnie Triyana pun sempat meminta Belanda menghapuskan istilah Bersiap.

Opini tersebut dituangkan Bonnie Triyana dalam artikel berjudul "Schrap term 'Bersiap' voor periodisering want die is racistisch" atau "Hapus istilah 'Bersiap' dalam periodisasi tersebut karena rasis" yang ditayangkan di situs NRC.

Tulisan tersebut juga tayang dalam edisi cetak pada 12 Januari 2022, tetapi dengan judul berbeda yakni "Simplicerende term 'Bersiap' deugt niet als periode-naam" atau "Penyederhanaan istilah 'Bersiap' karena tidak masuk akal untuk periode tersebut".

Akan tetapi, Belanda tetap menggunakan istilah Bersiap untuk menyebut periode kekerasan yang terjadi pada masa revolusi nasional Indonesia.

Kronologi Masa Bersiap

Periode Bersiap dimulai sejak 7 Oktober 1945 dengan upaya para pemuda Indonesia untuk menghalangi pedagang yang hendak menjual kebutuhan pokok kepada orang-orang Belanda.

Rumah Asisten Wedana Depok pun dirampok pada hari itu. 

Selanjutnya, wilayah Depok dirampas oleh Pemoeda pada 9 Oktober 1945 dan lima rumah warga dirampok.

Keesokan harinya, gedung pangan di Depok diserbu oleh para gelandangan.

Pada 11 Oktober 1945, pertempuran dalam Masa Bersiap dilanjutkan dengan serangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terhadap Belanda. Serangan ini dikenal dengan istilah Gedoran.

Kerusuhan berlanjut pada 13 Oktober 1945, ketika segerombolan orang menyerbu Belanda dan menewaskan 10 korban jiwa.

Orang-orang Eropa dan Indo lalu dikumpulkan di belakang Stadion Depok dan dijadikan tawanan.

Kekerasan juga menimpa etnis Ambon dan Manado karena mereka dianggap bekerja sama dengan pemerintah serta militer Belanda selama masa kolonialisme.

Penjarahan dan pembunuhan yang terjadi selama Periode Bersiap juga disebut disertai dengan penyiksaan keji dan pemerkosaan.

Aksi para pemuda Indonesia menyulut amarah orang-orang pro-Belanda yang kemudian melancarkan balas dendam.

Sejumlah orang Ambon yang pro-Belanda dan kerap mangkal di Senen, yakni Wimpie, Albert, Mingus Gerardus, dan Polang, berbalik menyerang para pemuda pro-Republik Indonesia.

Baca juga: Haji Misbach, Tokoh Islam-Komunis yang Bergerak Melawan Belanda

Jika bertemu gerombolan itu, orang-orang Republik akan dipaksa menelan lencana Merah-Putih yang mereka kenakan.

Perdana Menteri Sutan Sjahrir pun sempat menjadi sasaran balas dendam orang-orang pro-Belanda.

Sjahrir tercatat dua kali menjadi target upaya pembunuhan oleh orang-orang Indo, Ambon, dan Manado pada Desember 1945.

Korban jiwa dalam Periode Bersiap disebut mencapai puluhan ribu orang. Namun, tidak ada angka pasti terkait jumlah korban jiwa karena buruknya administrasi pada masa itu.

Berakhirnya Masa Bersiap dan Kontroversi Genosida

Kekerasan-kekerasan yang terjadi selama Masa Bersiap sebenarnya telah mulai meredup pada 1946, seiring dengan dimulainya Agresi Militer I Belanda pada Juli 1947.

Akan tetapi, pihak Belanda menyebut Periode Bersiap terjadi dalam terminologi lebih luas.

Masa Bersiap disebut terjadi sejak menyerahnya Jepang ke tangan Sekutu pada 1945 hingga diakuinya kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.

Oleh karena itu, dalam sejumlah tulisan sejarah, Masa Bersiap disebut berlangsung sejak 1945-1946 atau 1945-1947.

Namun, ada pula tulisan sejarah yang menyebut Periode Bersiap terjadi selama 1945-1949 atau 1945-1950.

Periode Bersiap kerap disebut sebagai sebuah peristiwa genosida atau pembantaian terhadap orang-orang Belanda.

Namun, dalam buku Serdadu Belanda di Indonesia, 1945-1950, Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah yang ditulis sejarawan Belanda, Gert Oostindie, Ireen Hoogenboom, dan Jonathan Verwey, dijelaskan bahwa istilah genosida tidaklah tepat digunakan untuk menggambarkan Periode Bersiap.

Baca juga: Benarkah Belanda Menjajah Indonesia Selama 350 Tahun?

Sebab, pada masa itu, disebut bahwa tidak ada upaya untuk memusnahkan seluruh penduduk Eropa atau China di Indonesia.

Kekerasan pada Masa Bersiap juga tidak bisa disebut sengaja diatur atau dikendalikan oleh para pemimpin Republik Indonesia.

Meski begitu, kekerasan yang terjadi selama Periode Bersiap, diakui memang memperuncing hubungan Indonesia-Belanda pada masa-masa setelahnya.

 

Sumber:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com