Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Polisi Wanita (Polwan)

Kompas.com - 01/09/2022, 22:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Saat itu, Yogyakarta menjadi markas besar Djawatan Kepolisian Nasional (DKN).

Sedangkan di Sumatera, pengungsi banyak di Bukittinggi, di mana terdapat markas besar daerah Djawatan Kepolisian Negara Sumatera.

Di Bukittinggi, jumlah pengungsi membeludak hingga melebihi jumlah penduduk asli.

Saat itu, ada kecurigaan pula apabila pengungsi yang berdatangan adalah mata-mata Belanda, sehingga dilakukan pemeriksaan pada barang dan tubuh pengungsi.

Alhasil, timbul kecanggungan ketika polisi pria harus memeriksa tubuh pengungsi wanita.

Melihat kondisi itu, Kepala Jawatan Kepolisian Sumatera memohon kepada Kepala Kepolisian Negara di Yogyakarta, untuk menyelenggarakan pendidikan polisi wanita di Bukittinggi.

Baca juga: Mengapa pada Awal Kemerdekaan Tidak Segera Dibentuk Tentara Nasional?

Permohonan itu dikabulkan, dan Cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Sumatera Barat, mendapatkan enam calon dari sembilan pendaftar.

Enam calon yang telah bekerja sebagai guru, pegawai, bidan, dan pamong praja itu bernama:

  • Mariana Mufti
  • Nelly Pauna Situmorang
  • Rosmalina Pramono
  • Dahniar Sukotjo
  • Djasmainar Husein
  • Rosnalia Taher

Enam wanita tersebut secara resmi diterima sebagai angkatan kedua Sekolah Inspektur Polisi (Sekolah Polisi Negara) di Bukittinggi pada 1 September 1948.

Itulah mengapa, tanggal 1 September kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Polwan.

Baca juga: Sejarah Tentara Pelajar di Indonesia

Perkembangan pendidikan polwan

Ketika Agresi Militer Belanda II meletus pada Desember 1948, pendidikan polwan terpaksa berhenti dan siswi diikutsertakan dalam perjuangan melawan pasukan Belanda.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, pada 19 Juli 1950, enam siswi dipanggil kembali untuk menjalani pendidikan Inspektur Polisi di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi, Jawa Barat, karena SPN di Bukittinggi dan Yogyakarta ditutup.

Keenam wanita tersebut lulus pada 1 Mei 1951 dan dilantik menjadi Inspektur Polwan pertama di Indonesia.

Mereka kemudian ditempatkan di Jakarta dan diberi tanggung jawab menangani kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak.

Tugas mereka seperti melakukan pemeriksaan fisik wanita yang terkait perkara, melakukan pengawasan serta pemberantasan masalah pelacuran dan perdagangan wanita dan anak.

Baca juga: Tentara Nasional Indonesia: Sejarah, Fungsi, dan Tugasnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com