Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pebble Culture: Asal-usul dan Persebaran

Kompas.com - 16/08/2022, 16:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pebble Culture adalah salah satu hasil kebudayaan zaman Mesolitikum.

Istilah Pebble Culture merujuk pada artefak litik kerakal (pebble) dengan teknik pemangkasan satu sisi dan meninggalkan sisi lainnya yang masih asli.

Artefak litik yang diserpih memanjang dan patahan mendatar di bagian ujungnya ditajamkan ini disebut sebagai kapak genggam Sumatera atau sumatralith, dinamai berdasarkan lokasi penemuannya.

Pasalnya, Pebble Culture banyak ditemukan di pantai timur Sumatera bagian utara, karena penelitian masih terbatas di wilayah tersebut.

Pebble Culture ditemukan di tumpukan sampah dapur atau bukit kerang yang disebut kjokkenmoddinger.

Baca juga: Kjokkenmoddinger: Pengertian, Fungsi, dan Lokasi Penemuan

Asal-usul

Pebble Culture atau kapak genggam Sumatera berasal dari Asia Tenggara dan ditemukan di China Selatan, Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, dan Semenanjung Malaya.

Dari Semenanjung Malaya, kebudayaan ini menyebar ke Indonesia melalui daerah pantai timur Sumatera bagian utara, yang berhadapan dengan semenanjung itu.

Setelah itu, Pebble Culture juga menyebar ke Australia dan Tasmania.

Temuan Pebble Culture di Sumatera sama seperti alat-alat batu di Pegunungan Bacson-Hoabinh di daerah pedalaman Vietnam.

Penelitian yang dilakukan oleh Madeleine Colani menyimpulkan bahwa Bacson-Hoabinh merupakan pusat atau asal dari kebudayaan kapak genggam Sumatera (pebble) di Asia Tenggara.

Dari situ, kebudayaan ini dibawa oleh manusia pendukungnya bermigrasi melalui Thailand, Semenanjung Malaya, dan akhirnya menyeberang Selat Malaka menuju Sumatera.

Baca juga: Kebudayaan Bacson-Hoabinh: Persebaran, Ciri-ciri, dan Pengaruh

Persebaran

Di Indonesia, Pebble Culture atau kapak genggam Sumatera ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera bagian utara.

Daerah persebarannya mulai dari Lhokseumawe, Langsa, Binjai, hingga Medan.

Mulanya, pada 1924, JH Neuman melaporkan penemuan kapak genggam Sumatera di Batu Kenong, yang terbuat dari batu andesit dan dikerjakan dua sisinya dengan tajamannya terlihat bergelombang.

Pada 1925 dan 1926, Stein Callenfels melakukan ekskavasi di bukit kerang (kjokkenmoddinger) di dekat Medan dan menemukan kapak genggam Sumatera berbentuk lonjong yang hanya dikerjakan satu sisinya.

Kemudian, pada 1927, LC Heyting melaporkan koleksi serupa dari Serdang Hilir, tetapi hanya satu sisinya yang dikerjakan.

Penelitian terhadap bukit kerang juga dilakukan oleh HME Schurmann di Binjai, tepatnya di sebelah selatan Sungai Tamiang.

Baca juga: Kapak Perimbas: Fungsi, Ciri-ciri, dan Lokasi Penemuan

Schurmann menemukan sejumlah kapak genggam Sumatera berbentuk lonjong yang dikerjakan pada satu sisinya saja.

Penemuan kapak genggam Sumatera yang lebih banyak terdapat di daerah Langsa dan Lhokseumawe, Aceh.

Di dekat Kandang juga ditemukan kapak genggam Sumatera dengan bentuk beraneka ragam, umumnya lonjong, bulat, dan meruncing.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia Jilid I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com