Puncaknya adalah saat polisi Jepang bernama Hayasi datang untuk menjemput Tengku Abdul Jalil di Dayah Cot Plieng.
Namun, Hayasi justru berakhir terluka setelah memaksa Tengku Abdul Jalil untuk berhenti menyuarakan sikap perlawanan terhadap Jepang.
Menanggapi hal itu, pada 7 November 1942, pasukan Jepang dikerahkan untuk menangkap Tengku Abdul Jalil.
Tengku Abdul Jalil berhasil lolos, meski pesantren dan masjidnya dibakar oleh Jepang.
Setelah lolos dari pertempuran pertama, Tengku Abdul Jalil dan pengikutnya mundur ke Masjid Paya Kambok di Kecamatan Meurah Mulya.
Setelah tiga hari, tentara Jepang menemukannya dan kemudian terjadi pertempuran setelah salat Jumat.
Baca juga: Mengapa Jepang Berusaha Menyebarluaskan Budayanya di Indonesia?
Pertempuran itu berhasil dimenangkan oleh Jepang karena pihak Tengku Abdul Jalil kalah dalam jumlah pasukan ataupun persenjataan.
Tengku Abdul Jalil sendiri gugur setelah tertembak, sementara pertempuran yang berlangsung hingga akhir November 1942 memakan ratusan korban jiwa.
Meski perlawanan Tengku Abdul Jalil belum berhasil melemahkan kedudukan Jepang, kebencian rakyat Aceh terhadap Jepang semakin meluas.
Perlawanan lain terjadi di Jangka Buya, Aceh, di bawah pimpinan Teuku Abdul Hamid Azwar.
Dengan meluasnya perang ke berbagai tempat, Jepang mencari cara untuk menghentikan perlawanan Teuku Abdul Hamid Azwar.
Jepang menangkap semua anggota Teuku Abdul Hamid Azwar, yang berhasil mengakhiri perlawanan di Aceh.
Referensi: