KOMPAS.com - Sultanah Zainatuddin Kamalat Syah merupakan pemimpin perempuan terakhir Kesultanan Aceh Darussalam.
Ia memimpin Kesultanan Aceh dari tahun 1688 hingga dilengserkan pada tahun 1699.
Masa pemerintahanya dipenuhi dengan konflik politik di dalam Kesultanan Aceh.
Hal itu disebabkan oleh salah satu kelompok yang tidak suka Kesultanan Aceh dipimpin perempuan.
Meski demikian, Sultanah Zainatuddin berhasil membawa kemajuan di bidang ekonomi setelah melakukan kerja sama dagang dengan Inggris dan Perancis.
Sultanah Zainatuddin Kamalat Syah berasal dari keluarga Sultan Aceh. Namun tidak diketahui secara pasti ia keturunan sultan yang mana.
Sejarawan Aceh, M Gade Ismail dan Rusdi Sufi mengungkapkan bahwa silsilah Sultanah Zainatuddin terdapat perbedaan.
Ada yang menyebutkan ia adalah anak angkat dari Sultanah Safiatuddin, perempuan pertama yang memimpin Kesultanan Aceh.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Sultanah Zainatuddin merupakan adik dari Sultanah Zaqiatuddin.
Setelah Sultanah Zaqiatuddin meninggal dunia pada 3 Oktober 1688, Kesultanan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultanah Zainatuddin.
Meski demikian, terdapat gejolak ketika proses pemilihan Sultanah Zainatuddin.
Saat itu, pembesar Kesultanan Aceh terpecah menjadi dua kelompok, yakni kelompok bangsawan yang tidak setuju pengangkatan Sultanah Zainatuddin.
Kelompok Bangsawan menolak naiknya Sultanah Zainatuddin karena menginginkan Aceh dipegang oleh kaum laki-laki.
Kelompok satunya adalah para Panglima Tiga Sagi yang menyetujui pengangkatan Sultanah Zainatuddin sebagai pemimpin Kesultanan Aceh.
Para Panglima Tiga Sagi ini memiliki hak dalam mengangkat ratu berdasarkan konstitusi Adat Meukuta Alam yang dibuat di era Sultan Iskandar Muda.