Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Johannes van den Bosch, Penggagas Sistem Tanam Paksa

Kompas.com - 27/07/2022, 14:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Johannes van den Bosch adalah negarawan Belanda yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-43.

Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1830.

Selama mengemban jabatan itu hingga 1833, Johannes van den Bosch dikenal sebagai tokoh yang menggagas Sistem Tanam Paksa atau cultuurstelsel.

Meski di satu sisi Sistem Tanam Paksa sangat menyengsarakan rakyat jajahan, kebijakan ini terbukti memberi banyak keuntungan bagi Pemerintah Belanda yang saat itu sedang mengalami krisis keuangan.

Atas jasanya, Johannes van den Bosch menerima gelar bangsawan Belanda yang tinggi, yaitu "Graaf".

Berikut biografi singkat Johannes van den Bosch.

Baca juga: Baron van Hoevell, Penentang Sistem Tanam Paksa

Bergabung dengan tentara Republik Batavia

Johannes van den Bosch lahir di Herwijnen, Belanda, pada 2 Februari 1780. Ia adalah putra dari seorang dokter bernama Johannes van den Bosch Sr. dan Adriana Poningh.

Pada 1797, Van den Bosch mendaftar sebagai tentara Republik Batavia dan atas permintaannya sendiri, dikirim ke Batavia (Jakarta) sebagai letnan.

Sejak menginjakkan kaki di Batavia, Van den Bosch menjadi ajudan yang dekat para gubernur jenderal.

Ia juga terlibat dalam urusan perdagangan dan politik ekspansi di Hindia Belanda (Indonesia), yang membuat pangkatnya cepat naik menjadi kolonel.

Namun, pada 1808, Van den Bosch sempat berselisih dengan Herman Willem Daendels, gubernur jenderal yang baru.

Karena masalah itu, Van den Bosch diberhentikan dengan hormat dari pangkat kolonel dan dikirim kembali ke Belanda pada 1810 bersama keluarganya.

Sayangnya, di tengah perjalanan, ia ditangkap oleh Inggris dan menjadi tawanan hingga 1812.

Baca juga: Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36

Perjalanan menjadi letnan jenderal

Setibanya di Belanda, Johannes van den Bosch bergabung dengan pemerintahan sementara yang bertugas memulihkan otoritas Wangsa Oranye, William Frederick atau William I.

Sejak saat itu, Van den Bosch ditugaskan kembali di ketentaraan sebagai kolonel ketika Belanda di bawah kekuasaan Wangsa Oranye.

Pada 1818, Van den Bosch lebih aktif mengurus masyarakat dengan mendirikan Society of Humanitarianism, untuk membantu rakyat miskin yang terkena dampak Perang Napoleon.

Kemudian, pada 1827, Van den Bosch kembali ditugaskan untuk memulihkan kontrol Belanda atas Hindia Barat sebagai komisaris jenderal.

Pada Desember di tahun yang sama, ia tiba di Curacao. Selama delapan bulan berikutnya, Van den Bosch fokus memperbaiki perekonomian dengan cara memajukan sektor perdagangan dan perbankan.

Tidak lama setelah kembali ke Belanda pada 1828, Van den Bosch naik pangkat menjadi letnan jenderal.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda

Menjelang 1830, kondisi perekonomian Belanda, baik di negara induk ataupun wilayah jajahannya, sangat kacau.

Saat itu, kas negara telah kosong, yang salah satunya diakibatkan oleh biaya perang Belanda melawan rakyat pribumi Indonesia ataupun dengan negara lain.

Perekonomian Belanda yang terpuruk mengharuskan adanya solusi cepat untuk memulihkan keuangan.

Johannes van den Bosch menyarankan tanah jajahan harus menanam tanaman yang laku dijual di pasar dunia, guna memulihkan perekonomian Pemerintah Belanda.

Gagasan Van den Bosch itulah yang kemudian dikenal sebagai Sistem Tanam Paksa atau cultuurstelsel.

Pemerintah Belanda menerima usulan itu, sehingga Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-43 pada 1830.

Baca juga: Ketentuan Sistem Tanam Paksa

Sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, tugas utama Van den Bosch adalah melaksanakan Sistem Tanam Paksa guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya untuk mengisi kas Belanda yang kosong.

Van den Bosch menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga 1833.

Meski Sistem Tanam Paksa pada akhirnya dihapus setelah menuai banyak kritik karena terlalu menyengsarakan rakyat jajahan, bagi Belanda, gagasan Van den Bosch tersebut sukses menggemukkan keuangannya.

Akhir hidup

Pada 18 Mei 1834, Johannes van den Bosch kembali ke Belanda dan diangkat menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan.

Pada 1835, ia menjadi seorang bangsawan Belanda dengan gelar Baron.

Baca juga: Penghapusan Sistem Tanam Paksa

Van den Bosch merupakan sosok pro-kolonialisme, yang kerap membuat rakyat jajahan sengsara demi memaksimalkan pendapatan Pemerintah Belanda.

Pada 1839, salah satu kebijakannya dinilai tidak jelas dan mendapat kritik keras dari dewan.

Kendati demikian, Johannes van den Bosch tetap menerima gelar bangsawan Belanda yang tinggi, yaitu "Graaf", atas jasa-jasanya bagi negara.

Kemudian, pada 1 Januari 1840, ia resmi mengundurkan diri dari jabatan menteri dan diberikan gelar Count van den Bosch serta gelar terhormat Menteri Negara.

Pada 1842, Van den Bosch menjadi anggota Tweede Kamer atau Dewan Perwakilan untuk Belanda Selatan.

Johannes van den Bosch meninggal pada 28 Januari 1844 di Den Haag, Belanda, karena sakit.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com