Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaksanaan Politik Etis yang Paling Dirasakan dalam Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia

Kompas.com - 05/07/2022, 16:31 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah pada bidang pendidikan atau edukasi.

Pada dasarnya, politik etis merupakan politik balas budi yang lahir melalui gagasan tokoh Belanda, Conrad Theodor (C. Th.) Van Deventer dan Pieter Brooshooft, pada periode 1900-an.

Penderitaan yang dirasakan rakyat pribumi selama masa tanam paksa dan berlanjut hingga diterapkannya sistem ekonomi liberal di Hindia Belanda, melatarbelakangi lahirnya politik etis.

Gagasan tentang politik etis itu dituangkan Van Deventer melalui sebuah tulisan berjudul Een Eereschlud (satu utang kehormatan) yang dimuat di majalah De Gids pada 1989.

Baca juga: Tokoh-tokoh Pelopor Politik Etis

Melalui gagasan politik etis ini, Van Deventer ingin membuka mata pemerintah kolonial Belanda agar lebih memperhatikan nasib rakyat pribumi Indonesia.

Pemerintah kolonial Belanda dinilai harus memberikan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia setelah membuat pribumi menderita selama bertahun-tahun.

 

Tiga Gagasan Politik Etis

Politik etis resmi diterapkan setelah Ratu Wihelmina yang baru naik takhta, mengumumkan kebijakan itu dalam pidatonya pada 17 September 1901.

Ratu Wihelmina menyatakan bahwa pemerintah Belanda memiliki panggilan moral dan uang budi kepada bangsa Indonesia.

Kebijakan politik etis itu kemudian dirangkum dalam tiga gagasan atau dikenal juga sebagai Trias Van Deventer yang terdiri dari:

  1. Irigasi: perbaikan pengairan dan pertanian.
  2. Imigrasi: ajakan penduduk pribumi untuk bertransmigrasi.
  3. Edukasi: memperluas bidang pengajar dan pendidikan, termasuk mendirikan sekolah-sekolah serta memberi kesempatan kepada pribumi untuk mengenyam pendidikan.

Meski dilatarbelakangi oleh cita-cita mulia untuk membalas budi kepada rakyat Indonesia, tidak semua gagasan dari politik etis memberikan dampak positif bagi pribumi. 

Sebagian kebijakan dari irigasi dan imigrasi ternyata justru lebih banyak menguntungkan Belanda, alih-alih rakyat Indonesia. 

Meski begitu, ada satu dampak penerapan politik etis yang berguna dalam masa depan bangsa Indonesia, yaitu di bidang pendidikan.

 

Politik etis dan lahirnya pergerakan nasional Indonesia

Pelaksanaan politik etis di bidang pendidikan menjadi latar belakang lahirnya pergerakan nasional Indonesia.

Politik etis yang diterapkan Belanda secara tidak langsung telah melahirkan tokoh-tokoh intelektual penggagas pergerakan nasional Indonesia.

Melalui peningkatan bidang pendidikan seperti yang tertuang dalam gagasan politik etis, pemerintah kolonial Belanda mulai membuka sekolah-sekolah dan mengizinkan rakyat bumiputra untuk mengenyam pendidikan.

Meskipun dalam pelaksanaannya tetap terjadi diskriminasi pendidikan, setidaknya politik etis telah membuka kesempatan bagi putra-putri Indonesia untuk bersekolah.

Didirikannya sekolah kedokteran Belanda, STOVIA atau School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, menjadi awal munculnya pergerakan nasional Indonesia

Dari STOVIA, lahirlah dokter-dokter pribumi yang cakap di bidang kesehatan serta cendikiawan dan aktivis-aktivis kritis yang memantik pergerakan nasional.

Baca juga: Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat, Presiden Indonesia yang Kerap Terlupa

Beberapa tokoh pergerakan nasional hasil didikan STOVIA adalah dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T. Ario Tirtokusumo.

Tokoh-tokoh tersebut kemudian mendirikan organisasi pertama di masa pergerakan nasional Indonesia, Budi Utomo, pada 20 Mei 1908.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com