KOMPAS.com - Perang Marawi adalah konflik bersenjata selama lima bulan yang terjadi di Marawi, Lanao del Sur, Filipina.
Pertempuran yang dimulai pada 23 Mei 2017 ini melibatkan pasukan keamanan Pemerintah Filipina dengan Abu Sayyaf dan Maute.
Abu Sayyaf dan Maute adalah kelompok militan yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) yang berbasis di Filipina.
Perang Marawi bermula saat pasukan Pemerintah Filipina akan menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Namun, usaha tersebut gagal dan menimbulkan konflik berkepanjangan selama kurang lebih lima bulan.
Baca juga: Front Pembebasan Nasional Moro, Organisasi Muslim di Filipina
Umat Muslim Filipina yang mayoritas mendiami Mindanao pernah melakukan suatu pemberontakan pada 1970-an.
Pemberontakan tersebut menyebabkan jatuhnya korban jiwa hingga sekitar 130.000 orang.
Konflik tersebut berlangsung lama hingga muncul kelompok Abu Sayyaf, yang ingin mendirikan sebuah kekhilafahan Islam di Mindanao Selatan.
Kelompok Abu Sayyaf berkembang di Filipina sejak awal 1990-an. Mereka melakukan berbagai teror, seperti menculik ratusan orang pribumi dan orang asing untuk mendapatkan uang tebusan.
Uang tebusan tersebut digunakan untuk membiayai usaha kelompok Abu Sayyaf membangun pemerintahannya sendiri.
Meletusnya Perang Marawi berawal dari usaha Pemerintah Filipina yang ingin menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Baca juga: Pertempuran yang Terjadi Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Isnilin Hapilon dianggap sebagai salah satu pemimpin kelompok teroris paling berbahaya di dunia.
Bahkan Amerika Serikat pernah menawarkan hadiah sebesar 5 juta dollar AS bagi siapa pun yang bisa menangkap Isnilon Hapilon hidup atau mati.
Pemerintah Filipina, yang mendapatkan informasi bahwa Isnilon sedang berada di Marawi untuk menemui anggota Maute, langsung melakukan penyergapan.
Usaha penyergapan yang dilakukan oleh pasukan Filipina tidak berjalan mulus. Mereka mendapat perlawanan dari sekitar 100 orang bersenjata yang melindungi Isnilon.