Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Hubungan Rusia dan Ukraina

Kompas.com - 31/01/2022, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hubungan antara Rusia dan Ukraina memiliki perjalanan sejarah yang teramat panjang.

Pada abad ke-18, Ukraina pernah dimasukkan ke dalam Kekaisaran Rusia. Dalam perkembangan selanjutnya, Rusia dan Ukraina sempat terlibat konflik ketika Revolusi Bolshevik meletus pada 1917.

Kemudian, pada 1920-an, Ukraina dan Rusia sama-sama menjadi bagian dari Uni Soviet.

Berikut ini sejarah hubungan Ukraina dan Rusia dari masa ke masa.

Baca juga: Kekaisaran Rusia: Sejarah, Sistem Pemerintahan, dan Keruntuhan

Masa Kekaisaran Rusia

Antara abad ke-9 hingga abad ke-12, wilayah Ukraina dan sebagian Rusia tergabung dalam negara Rus Kiev.

Setelah invasi bangsa Mongol, Rus Kiev runtuh. Kemudian, mulai pertengahan abad ke-17, wilayah Ukraina secara perlahan masuk ke Kekaisaran Rusia, karena memiliki kesamaan budaya, bahasa, dan agama.

Menjelang akhir abad ke-18, seluruh wilayah Ukraina telah menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia.

Kekaisaran Rusia runtuh pada 1917, setelah peristiwa Revolusi Bolshevik atau Revolusi Oktober.

Ukraina kemudian membentuk pemerintahan sementara dan memproklamirkan dirinya sebagai republik dalam struktur Federasi Rusia.

Setelah Vladimir Lenin naik ke tampuk kekuasaan pada November 1917, Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya pada 25 Januari 1918.

Baca juga: Tokoh-Tokoh Revolusi Rusia

Masa Uni Soviet

Setelah memproklamasikan kemerdekaannya, pemerintahan Ukraina mengalami kesulitan serius.

Mereka harus menghadapi oposisi Bolshevik dan aktivitas kontra-revolusioner di dalam negeri.

Jerman dan Austria sempat memberikan batuan, tetapi kedua negara ini terpaksa enyah setelah kekalahan Blok Sentral.

Alhasil, setelah terjadinya perang saudara sejak 1918-1920, Ukraina akhirnya menjadi bagian dari Uni Soviet.

Dalam perkembangannya, mulai bergabung beberapa negara lain ke dalam federasi Uni Soviet, salah satunya Rusia.

Usai Perang Dunia II (1939-1945), Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet muncul sebagai dua kekuatan besar yang berbeda ideologi.

AS menganut paham liberal, sementara Uni Soviet komunis. Perbedaan inilah yang kemudian memicu terjadinya konflik yang disebut Perang Dingin (1947-1989).

Perang Dingin berakhir dengan kemenangan di tangan AS. Hal ini berbuntut pada runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Setelah itu, Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya pada 24 Agustus 1991.

Baca juga: Perang Dunia II: Munculnya Negara Fasis

Pasca-runtuhnya Uni Soviet

Setelah Uni Soviet runtuh, Rusia dan Ukraina berdiri sendiri menjadi negara yang merdeka.

Kemudian, pada 14 Februari 1992, Rusia dan Ukraina bersama-sama mendirikan hubungan diplomatik yang berujung dengan kesepakatan Perjanjian Persahabatan, Kerjasama, dan Kemitraan antara Rusia dan Ukraina tahun 1997.

Lewat kesepakatan itu, hubungan bilateral dalam bidang sosial, militer, ekonomi, dan politik terjalin di antara keduanya.

Akan tetapi, pada akhir 2004 hingga Januari 2005, mulai terjadi aksi protes di Ukraina.

Demonstrasi yang terjadi di Ukraina didasari oleh masalah korupsi yang terus terjadi selama bertahun-tahun sejak Presiden Leonid Kuchma memimpin.

Alhasil, Presiden Leonid memutuskan melepas jabatannya dan digantikan oleh Presiden Viktor Yuschenko.

Sejak pergantian kepemimpinan, hubungan antara Rusia dan Ukraina mulai mengalami pasang surut.

Baca juga: Bolshevik, Cikal Bakal Partai Komunis Uni Soviet

Pasalnya, Presiden Viktor lebih membawa hubungannya ke arah Barat, sehingga peran Rusia mulai berkurang.

Ketegangan pun kian terjadi setelah Presiden Viktor mulai menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya keinginan agar Ukraina menjadi anggota Uni Eropa.

Tank-tank Rusia di dekat perbatasan Ukraina.REUTERS via BBC INDONESIA Tank-tank Rusia di dekat perbatasan Ukraina.

Konflik Rusia-Ukraina

Pada 2006, terjadi sengketa terkait pasokan gas antara Rusia dan Ukraina. Rusia diketahui merupakan produsen minyak dan gas alam untuk Eropa, termasuk Ukraina.

Rusia bahkan memberikan harga di bawah pasar bagi negara-negara Eropa dan Ukraina.

Ukraina, yang begitu menggantungkan pasokan gas Rusia, menjadi jalur transit gas antara Rusia dengan Eropa.

Namun, hubungan kerja sama keduanya meretak ketika perusahaan gas asal Rusia, Gazprom, pada 1 Januari 2006 menghentikan pasokan mereka kepada Ukraina karena kenaikan harga.

Baca juga: Perang Jepang dan Rusia: Penyebab, Pertempuran, dan Dampak

Dari situ, permasalahan terus berlanjut. Gazprom mulai memangkas jumlah pengirimannya, karena Ukraina tidak sanggup membayar utang dan dendanya.

Berhentinya pengiriman pasokan gas ke Ukraina tentu juga memengaruhi pada terhambatnya ekspor gas ke Eropa.

Konflik terus berlangsung

Hubungan antara Rusia dan Ukraina belum membaik hingga saat ini. Bahkan, baru-baru ini diketahui bahwa Rusia mengerahkan sekitar 100.000 tentaranya di dekat perbatasan Ukraina.

Rusia juga memperingatkan NATO, untuk tidak menjadikan Ukraina sebagai negara anggotanya.

Menengok akar sejarah, Presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin enggan membiarkan Ukraina lepas begitu saja.

Putin juga menyebut Ukraina sebagai jantung bersejarah orang Slavia dan memperingatkan Barat untuk tidak mencoba mengubahnya untuk melawan Rusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com