Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara-negara yang Dihadapi Indonesia Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Kompas.com - 19/01/2022, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Dengan memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia berharap bisa terlepas dari segala belenggu negara penjajah.

Namun, para pejuang dan bangsa Indonesia ternyata belum bisa bernapas lega.

Pasalnya, Indonesia masih harus menghadapi negara-negara yang berusaha menyerang dan menanamkan kekuasaannya.

Negara-negara yang dihadapi Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan adalah Sekutu, Belanda, dan Jepang.

Baca juga: Pertempuran yang Terjadi Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sekutu

Pada September 1945, tentara Inggris atas nama Sekutu mulai berdatangan ke Indonesia, setelah Jepang mengaku kalah dan menyerah tanpa syarat.

Maksud kedatangan mereka adalah untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan para tawanan perang Jepang di Indonesia, dan melucuti senjata para tawanan Jepang.

Mulanya, Sekutu masuk ke Jakarta, kemudian Surabaya dan Medan. Ketiga kota tersebut dituju agar upaya pemulangan tentara Jepang berjalan lebih mudah.

Namun, kedatangan pasukan Sekutu pada akhirnya disambut dengan perlawanan oleh rakyat Indonesia karena mereka diboncengi oleh NICA, yang mewakili Belanda.

Mengetahui hal tersebut, para pejuang Indonesia pun segera membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Akibatnya, pada 13 Oktober 1945, terjadilah pertempuran antara rakyat dengan Sekutu di Medan, yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Pertempuran Medan Area.

Baca juga: Mengapa Jepang Menyerah Tanpa Syarat kepada Sekutu?

Belanda

Sebagai pemenang Perang Dunia II, Sekutu bertanggung jawab atas wilayah jajahan Jepang, termasuk Indonesia.

Belanda, yang masuk dalam kelompok Sekutu, merasa bisa kembali berkuasa atas Indonesia.

Oleh karena itu, ketika Sekutu datang ke Indonesia untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang, NICA, yang membawa perintah Kerajaan Belanda, pun diam-diam membonceng Sekutu.

Belanda sama sekali tidak menghiraukan proklamasi kemerdekaan yang sudah dikumandangkan Soekarno pada 17 Agustus 1945.

Untuk mengatasi perselisihan antara Belanda dan Indonesia, maka dibuatlah Perjanjian Linggarjati.

Meski merugikan, Indonesia terpaksa menyetujui perjanjian itu, karena belum mempunyai angkatan perang yang mumpuni.

Baca juga: Mengapa Perjanjian Linggarjati Merugikan Indonesia?

Ternyata, Belanda belum juga puas dan memilih melanggar perjanjian damai tersebut dengan melancarkan Agresi Militer I pada 21 Juli-5 Agustus 1947.

Akhir dari peristiwa Agresi Militer Belanda I adalah Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.

Lagi-lagi, Belanda melanggar perjanjian dengan Indonesia dan mulai melakukan Agresi Militer II pada Desember 1948.

Pertempuran baru dapat diredakan setelah Amerika Serikat bersama PBB mendesak agar segera dilakukan gencatan senjata dan perdamaian.

Pada akhirnya, tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani Perjanjian Reom-Royen yang menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda II.

Di tahun yang sama, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.

Baca juga: Jenderal Simon Spoor, Pemimpin Agresi Militer Belanda

Jepang

Selain Belanda dan Sekutu, Jepang juga menjadi negara yang harus dihadapi Indonesia. Salah satunya dalam peristiwa Pertempuran Lima Hari Semarang (15-19 Oktober 1945).

Pada 14 Oktober 1945, para tawanan Jepang yang bekerja di Pabrik Gula Cepiring akan dipindah ke Bulu. Namun, tiba-tiba mereka kabur.

Mengetahui hal ituu, rakyat Semarang berusaha melawan dan meminta Jepang untuk menyerahkan senjata mereka.

Akan tetapi, Mayor Kido menolak. Para pemuda Semarang kemudian berdiskusi di RS Purusara dan berencana untuk mencegat serta menyiksa mobil pasukan Jepang yang lewat di depan rumah sakit itu.

Baca juga: Pertempuran Lima Hari di Semarang

Namun, tanpa diduga Jepang memberikan serangan dadakan dan menahan para polisi istimewa yang sedang menjaga sumber air minum warga Semarang.

Kabar yang berhembus adalah Jepang meracuni sumber air itu. Untuk mengusut lebih lanjut berita tersebut, dikirimlah Kepala Laboratorium RS Purusara, Dr Kariadi, untuk memerika sumber air itu.

Saat sedang dalam perjalanan, tiba-tiba mobil Dr Kariadi dicegat dan ia ditembak secara keji.

Tewasnya Dr Kariadi semakin menyulut amarah warga hingga akhirnya pecah Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Pada akhirnya, rakyat Semarang dan pasukan Jepang berdamai pada 20 Oktober 1945.

 

Referensi: 

  • Ricklefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com