Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syafruddin Prawiranegara: Biografi, Kebijakan, dan Pemberontakan

Kompas.com - 14/12/2021, 14:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Syafruddin Prawiranegara adalah seorang pejuang kemerdekaan yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Wakil Perdana Menteri RI, dan Gubernur Bank Indonesia Pertama.

Ia juga pernah ditunjuk untuk menjabat pimpinan PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia), ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka.

Di lingkup pemerintahan, Syafruddin Prawiranegara juga dikenal sebagai sosok yang mencetuskan adanya Oeang Republik Indonesia (ORI), yang menjadi cikal bakal mata uang rupiah.

Namun, di sisi lain, ia tercatat terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera Tengah pada 1958 karena tidak puas dengan sikap demokrasi terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno.

Baca juga: Mohammad Djamil, Dokter Pejuang Kemerdekaan dan Kemanusiaan

Masa muda

Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten, pada 28 Februari 1911. Ayahnya adalah Raden Arsyad Prawiraatmadja, yang merupakan seorang jaksa di Serang sebelum akhirnya dipindahkan oleh Belanda ke Jawa Timur sebagai camat.

Sedangkan ibunya adalah seorang berdarah biru dari Minangkabau yang dibuang ke Banten akibat Perang Paderi.

Syafruddin menempuh pendidikan di ELS (sekolah dasar zaman Hindia Belanda) di Serang pada 1925.

Setelah lulus pada 1928, ia melanjutkan pendidikan di MULO (sekolah menengah pertama zaman Hindia Belanda) di Madiun dan masuk di AMS (sekolah menengah umum zaman Hindia Belanda) di Bandung pada 1931.

Syafruddin kemudian melanjutkan ke Rechtshoogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang saat ini menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Baca juga: Arnaldo dos Reis Araújo, Gubernur Pertama Timor Timur

Terjun ke dunia politik

Selama menjalani studinya ini, ia turut berperan mendirikan perkumpulan mahasiswa, Unitas Studiorum Indonesiensis, yang didukung pemerintah kolonial Belanda sebagai alternatif dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia yang dianggap radikal dan pro-kemerdekaan.

Dari Rechtshoogeschool, Syafruddin berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten (saat ini setara Magister Hukum).

Setelah itu, ia bekerja sebagai redaktur di koran Soeara Timur dan mengetuai Perkumpulan Radio Ketimuran pada sekitar tahun 1940-an.

Pada masa inilah, Syafruddin mulai menunjukkan sikap nasionalisnya, salah satunya dengan menunjukkan ketidaksetujuannya atas Petisi Soetardjo, yang berisi tentang pengakuan sepihak bahwa Indonesia adalah wilayah dari Kerajaan Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, Syafruddin diangkat menjadi kepala kantor pajak di Kediri, sebelum akhirnya dipindahkan ke Bandung.

Di saat yang sama, ia sering melontarkan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah militer Jepang yang dianggap tidak memuaskan.

Baca juga: Lukas Kustaryo, Pejuang yang Dijuluki Begundal Karawang

Mengisi jabatan di lingkup pemerintahan

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Syafruddin ditunjuk untuk mengisi beberapa jabatan dalam lingkup pemerintahan Indonesia.

Berikut ini beberapa posisi yang pernah diisi oleh Syafruddin.

  • Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP (24 Agustus 1945)
  • Anggota Partai Masyumi (1946)
  • Menteri Muda Keuangan dalam Kabinet Sjahrir II (12 Maret-2 Oktober 1946)
  • Menteri Keuangan dalam Kabinet Sjahrir III (Oktober 1946-Juni 1947)
  • Menteri Kemakmuran di era Kabinet Hatta I (Januari 1948).
  • Pimpinan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia atau PDRI (Desember 1948-13 Juli 1949)
  • Wakil Perdana Menteri RI (1949)
  • Menteri Keuangan (1949-1950)
  • Presiden De Javasche Bank (DJB) (1951-1953)
  • Gubernur Bank Indonesia pertama (1953-1958)

Baca juga: Mafia Berkeley, Begawan Ekonomi Orde Baru

Pencetus mata uang pertama RI

Dalam bidang keuangan, Syafruddin Prawiranegara berperan besar dalam penerbitan Oeang Republik Indonesia (ORI), yang menjadi cikal bakal mata uang rupiah.

Oeang Republik Indonesia (ORI)Kemenkeu Oeang Republik Indonesia (ORI)

Pasalnya, Syafruddin menjadi orang yang pertama kali mendesak Mohammad Hatta agar pemerintah RI segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai atribut kemerdekaan Indonesia.

ORI diterbitkan sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia untuk menggantikan sejumlah mata uang yang sebelumnya digunakan.

Selain itu, penerbitan ORI ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia dan menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat.

Pada 17 Oktober 1945, atau tepat dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan, ORI diluncurkan untuk pertama kalinya.

Baca juga: Assaat, Pemangku Sementara Presiden Indonesia 1949

Membentuk PDRI

Pada akhir 1948, pemerintah mempersiapkan skenario darurat apabila pemerintahan Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta dikacaukan oleh Belanda.

Syafruddin ditugaskan membentuk pemerintahan darurat, ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap Belanda pada Agresi Militer II dan kemudian diasingkan ke Pulau Bangka.

Meski sempat tidak yakin memiliki wewenang untuk membentuk pemerintahan darurat karena hanya menerima mandat melalui telegram, pada 22 Desember 1948, Syafruddin mengumumkan didirikannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Syafruddin menjabat sebagai pemimpin PDRI sekaligus Menteri Petahanan, Penerangan dan Luar Negeri.

Keberadaan pemerintahan darurat ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan Indonesia masih ada dan berdaulat.

Pemerintahan darurat berakhir pada 13 Juli 1949, dengan dikembalikannya mandat dari Syafruddin Prawiranegara, selaku pemimpin PDRI, kepada Presiden Soekarno.

Baca juga: Kronologi Agresi Militer Belanda II

Dari Wakil Perdana Menteri ke Gubernur BI

Pasca-penyerahan kembali kekuasaan PDRI, Syafruddin menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada Agustus 1949 hingga Desember 1949.

Setelah itu, ia diangkat lagi menjadi Menteri Keuangan dengan periode jabatan 1949-1950, ketika negara dalam ancaman krisis ekonomi.

Karena kondisi itu, Syafruddin menerapkan kebijakan moneter yang kontroversial yang dikenal dengan sebutan Gunting Syafruddin dan Sertifikat Devisa.

Kebijakan Gunting Syafruddin adalah pemotongan nilai uang karena perekonomian saat itu tengah merosot.

Hal itu merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar (KMB), yang mengharuskan Indonesia membayar utang luar negeri sebesar Rp 1,5 triliun.

Dengan kebijakan Syafruddin Prawiranegara itu, semua uang yang bernilai 5 gulden ke atas dipotong nilainya menjadi setengah.

Pemotongan ini dilakukan secara harfiah, lembaran uang digunting menjadi dua. Potongan pertama menjadi uang yang nilainya setengah dari semulanya. Sementara potongan kedua ditukar sebagai kupon obligasi negara.

Baca juga: Deklarasi Ekonomi: Pencetus, Tujuan, Penyebab Kegagalan, dan Dampak

Kemudian pada periode 1951-1953, Syafruddin menjadi orang Indonesia pertama yang menduduki jabatan sebagai Presiden De Javasche Bank (DJB).

Tidak hanya itu, ia juga menduduki jabatan Gubernur Bank Indonesia pertama (1953-1958), sebagai hasil dari nasionalisasi DJB.

Terlibat PRRI

Pada 1957, Syafruddin Prawiranegara sempat bersitegang dengan Presiden Soekarno karena menentang sistem demokrasi terpimpin.

Perselisihan itu berpuncak pada surat kepada Soekarno tertanggal 15 Januari 1958, yang mengakibatkan Syafruddin dipecat dari posisinya sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Syafruddin kemudian menjadi perdana menteri PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang didirikan pada awal 1958 di Bukittinggi.

PRRI didirikan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintahan pusat saat itu yang telah mengakibatkan ketimpangan sosial.

PRRI juga membentuk kabinet tandingan atas terbentuknya Kabinet Juanda. Meski demikian PRRI tetap mengakui Soekarno sebagai presiden karena terpilih dan diangkat secara konstitusional.

Karena dianggap sebagai gerakan yang memisahkan diri dari negara kesatuan, PRRI akhirnya dituntaskan dengan cara kekerasan.

Pada akhirnya, pemberontakan PRRI berhasil ditaklukkan pada 25 Agustus 1961. Sedangkan tokoh-tokohnya ditangkap dan dipenjara, termasuk Syafruddin Prawiranegara.

Ia dipenjara hingga Juli 1966 meskipun diberikan amnesti secara resmi pada tahun 1961.

Baca juga: PRRI: Latar Belakang, Tuntutan, Anggota, Penumpasan, dan Dampaknya

Akhir hidup

Setelah bebas dari penjara, Syafruddin menyibukkan dirinya di bidang keagamaan. Ia sering dakwah melawan korupsi di bawah pemerintahan Soeharto dan juga terlibat dalam Petisi 50.

Syafruddin juga sempat menentang konsep Pancasila sebagai satu-satunya pedoman bagi semua golongan, terutama golongan beragama di Indoneisa.

Pada 1983, ia sempat menulis surat terbuka kepada Soeharto yang isinya memprotes terkait RUU konsep Pancasila.

Akibatnya, Syafruddin dilarang ke luar negeri oleh pemerintah Soeharto kecuali untuk berobat. Selain itu, ia juga pernah diperiksa terkait isi khotbahnya pada Idul Fitri 1404 H di Tanjung Priok.

Sebelum akhir hayatnya, Syafruddin Prawiranegara sempat menulis buku berjudul Sejarah Moneter.

Syafruddin Prawiranegara meninggal akibat serangan jantung pada 15 Februari 1989 di usia 77 tahun.

 

Referensi:

  • Sudarajat, Edi. (2017). Sjafrudin Prawiranegara: Biografi Pemikiran Islam Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com