Lalu pada akhir abad ke-18, terjadi perebutan kekuasaan yang membuat Puri Ksatriya jatuh ke tangan Kyayi Ngurah Made.
Kyayi Ngurah Made berinisiatif untuk membangun puri baru, karena puri sebelumnya rusak akibat perang perebutan kekuasaan.
Kyayi Ngurah Made kemudian memerintahkan untuk membangun puri di Tetaman, Denpasar, yang berada di sebelah selatan Puri Ksatriya.
Puri itu selesai dibangun dan secara resmi digunakan pada 1788 sebagai pusat Kerajaan Badung.
Kyayi Ngurah Made dinobatkan sebagai raja pertamanya dengan gelar I Gusti Ngurah Made Pemecutan.
Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Bali
Pada 1904, ketika masa pemerintahan I Gusti Ngurah Made Agung, kapal berbendera Belanda milik seorang Tionghoa bernama Sri Komala kandas di Pantai Sanur.
Pemerintah Belanda dan pemilik kapal menuding masyarakat setempat melucuti, merusak, dan merampas isi kapal.
Mereka menuntut kepada raja Badung untuk mengganti segala kerusakan tersebut dengan 3.000 dolar perak dan menghukum orang yang merusak kapal.
Menanggapi tuntutan tersebut, Raja I Gusti Ngurah Made Agung menolak ganti rugi ataupun menghukum orang yang dianggap merusak kapal.
Akibat penolakannya itu, Belanda mengirim ekspedisi militer ke Bali pada September 1906 untuk menyerang Kerajaan Badung.
Baca juga: Kerajaan Gianyar: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan
Belanda berhadapan dengan segenap kekuatan militer Kerajaan Badung di pintu gerbang ibukota Badung.
Disitulah kekuatan militer Kerajaan Badung yang dipimpin oleh raja menghadapi Belanda.
Adapun militer kerajaan Badung saat itu terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari tentara, pengawal raja, kerabat kerajaan, pendeta, dan rakyat laki-laki maupun perempuan.
Mereka siap melakukan puputan (berperang sampai titik darah terakhir), karena berdasarkan kepercayaan mereka dalam agama Hindu, menyerah dalam pengasingan adalah kehinaan.
Maka dari itu, seluruh elemen kerajaan turut berperang melawan Belanda, atau yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Puputan Badung.