Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Badung: Sejarah, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Kompas.com - 07/12/2021, 16:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Badung merupakan kerajaan yang terletak di Pulau Bali bagian selatan, dengan pusat pemerintahan berada di Puri Agung Denpasar.

Kerajaan yang berdiri pada abad ke-18 ini sempat terlibat konflik dengan Belanda hingga akhirnya terjadi Puputan Badung.

Setelah perang puputan selesai pada awal abad ke-20, Kerajaan Badung resmi dikuasai penuh oleh Belanda.

Baca juga: Kerajaan Bali: Berdiri, Raja-raja, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan

Sejarah berdirinya

Pada 1343, Majapahit masih menguasai Bali dengan pusat kekuasaan berada di Samprangan, yang dipimpin oleh Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan.

Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan memiliki putra mahkota yang diberi nama I Dewa Anom Pemayun.

Menurut cerita rakyat Bali, I Dewa Anom Pemayun melakukan perjalanan panjang menuju daerah Pura Ulun Danu Batur.

Begitu sampai, ia memohon kepada Ida Betari Ulun Danu Batur untuk diberikan panugrahan agar di masa depan menjadi seorang yang berwibawa dan dihargai oleh rakyatnya.

Atas permohonan tersebut, Ida Betari Batur mengabulkannya dan meminta I Dewa Anom Pemayun untuk pergi ke barat daya, tepatnya Gumi Badeng di Tonjaya.

Pada saat itu, daerah tersebut ditempati oleh Ki Bendesa bersama dengan saudaranya, yaitu Ki Pasek Kabayan, Ki Ngukuhin, dan Ki Tangkas.

Baca juga: Kerajaan Gelgel: Sejarah, Masa Kejayaan, Raja-raja, dan Keruntuhan

Begitu sampai di Gumi Badeng, melalui musyawarah antara Ki Bendesa dan saudaranya, diputuskan bahwa I Dewa Anom Pemayun diangkat menjadi penguasa di daerah tersebut dan mendapat gelar Sira Arya Benculuk Tegeh Kori.

Setelah pengangkatan tersebut, bersama warga, Ki Bendesa membangun istana yang diberi nama Puri Benculuk.

Selanjutnya, wilayah tersebut ditetapkan namanya menjadi Badung, yang berasal dari kata Badeng.

Setelah menjadi penguasa di Badung, I Dewa Anom menghadap penguasa Bali yang juga merupakan ayahnya, Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan.

Ia melaporkan bahwa sudah diangkat menjadi penguasa Badung pertama yang bergelar Dalem Benculuk Tegeh Kori.

Keturunan dari Tegeh Kori ini diperkirakan berkuasa antara 1360 hingga 1750. Selama itu pula, Badung merupakan bawahan Kerajaan Gelgel, yang saat itu membangun Puri Ksatriya dan Puri Tegal Agung.

Baca juga: Kerajaan Bangli: Sejarah, Raja-Raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Lalu pada akhir abad ke-18, terjadi perebutan kekuasaan yang membuat Puri Ksatriya jatuh ke tangan Kyayi Ngurah Made.

Kyayi Ngurah Made berinisiatif untuk membangun puri baru, karena puri sebelumnya rusak akibat perang perebutan kekuasaan.

Kyayi Ngurah Made kemudian memerintahkan untuk membangun puri di Tetaman, Denpasar, yang berada di sebelah selatan Puri Ksatriya.

Puri itu selesai dibangun dan secara resmi digunakan pada 1788 sebagai pusat Kerajaan Badung.

Kyayi Ngurah Made dinobatkan sebagai raja pertamanya dengan gelar I Gusti Ngurah Made Pemecutan.

Raja-raja Kerajaan Badung

  • I Gusti Ngurah Made (1788-1813)
  • I Gusti Ngurah Jambe (1813-1817)
  • I Gusti Made Ngurah (1817-1829)
  • I Gusti Gede Ngurah (1829-1848)
  • I Gusti Alit Ngurah (1848-1902)
  • I Gusti Ngurah Made Agung (1902-1906)
  • Cokorda Alit Ngurah (1929-1965)
  • Cokorda Ngurah Agung (1965-1998)

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Bali

Konflik dengan Belanda

Pada 1904, ketika masa pemerintahan I Gusti Ngurah Made Agung, kapal berbendera Belanda milik seorang Tionghoa bernama Sri Komala kandas di Pantai Sanur.

Pemerintah Belanda dan pemilik kapal menuding masyarakat setempat melucuti, merusak, dan merampas isi kapal.

Mereka menuntut kepada raja Badung untuk mengganti segala kerusakan tersebut dengan 3.000 dolar perak dan menghukum orang yang merusak kapal.

Menanggapi tuntutan tersebut, Raja I Gusti Ngurah Made Agung menolak ganti rugi ataupun menghukum orang yang dianggap merusak kapal.

Akibat penolakannya itu, Belanda mengirim ekspedisi militer ke Bali pada September 1906 untuk menyerang Kerajaan Badung.

Baca juga: Kerajaan Gianyar: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Runtuhnya Kerajaan Badung

Belanda berhadapan dengan segenap kekuatan militer Kerajaan Badung di pintu gerbang ibukota Badung.

Disitulah kekuatan militer Kerajaan Badung yang dipimpin oleh raja menghadapi Belanda.

Adapun militer kerajaan Badung saat itu terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari tentara, pengawal raja, kerabat kerajaan, pendeta, dan rakyat laki-laki maupun perempuan.

Mereka siap melakukan puputan (berperang sampai titik darah terakhir), karena berdasarkan kepercayaan mereka dalam agama Hindu, menyerah dalam pengasingan adalah kehinaan.

Maka dari itu, seluruh elemen kerajaan turut berperang melawan Belanda, atau yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Puputan Badung.

Setelah peristiwa puputan tersebut, Kerajaan Badung resmi jatuh ke tangan Belanda.

Baca juga: Huristak, Kerajaan yang Tidak Tersentuh Bangsa Penjajah

Bergabung dengan NKRI

Ketika Badung dikuasai oleh Belanda, I Gusti Ngurah Alit, putra mahkota I Gusti Ngurah Made Agung, diasingkan ke Lombok.

Namun, atas desakan tokoh masyarakat di Lombok, I Gusti Ngurah Alit akhirnya dikembalikan ke Bali.

Kemudian pada 1929, setelah Puri Agung Denpasar yang hancur saat puputan telah diperbaiki, I Gusti Ngurah Alit diangkat sebagai Bupati Badung dengan gelar Cokorda Alit Ngurah.

Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan sistem pemerintahan Zelfbestuur atau swapraja untuk mempermudah pengawasan di Bali.

Badung, bersama daerah di Bali lainnya, ditetapkan sebagai daerah swapraja dengan dipimpin oleh keturunan raja-raja di Bali yang tergabung dalam federasi raja-raja atau disebut Paruman Agung.

Baca juga: Kerajaan Pedir: Sejarah, Kehidupan, dan Keruntuhan

Berdasarkan UU No. 69 tahun 1958, terhitung mulai tanggal 1 Desember 1958, daerah swapraja di Bali diubah menjadi Daerah Tingkat II yang setingkat kabupaten, termasuk Badung.

Hal ini menjadi tanda bahwa Kerajaan Badung benar-benar usai dan berganti menjadi daerah Kabupaten Badung di bawah Pemerintahan Indonesia.

Adapun peninggalan dari kerajaan ini berupa Puri Agung Denpasar, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Badung.

Puri ini didirikan oleh Kyai Agung Made Ngurah sebagai raja Denpasar pertama dan selesai dibangun pada tahun 1788.

Puri ini juga menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Badung sampai Belanda menguasai seluruh Bali pada tahun 1906.

 

Referensi:

  • Anak Agung Gde Putra Agung, Anak Agung Bagus Wirawan, Sri Sutjiatiningsih. (1999). Puputan Badung 20 September 1906: Perjuangan Raja dan Rakyat Badung Melawan Kolonialisme Belanda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
  • I Made Sutaba. (1983). Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com