Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Assaat, Pemangku Sementara Presiden Indonesia 1949

Kompas.com - 16/11/2021, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Assaat adalah politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memiliki gelar Datuk Mudo. 

Sedari muda, Assaat sudah memiliki ketertarikan dalam bidang politik. Ia bergabung dalam organisasi pemuda bernama Jong Sumatranen Bond. 

Sejak saat itu, kiprah politiknya pun semakin meningkat.

Bahkan, Assat dipercaya untuk menjabat sebagai pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. 

Masa tugasnya sebagai pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia adalah sejak 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950.

Baca juga: Konferensi Meja Bundar, Belanda Akui Kedaulatan Indonesia

Pendidikan

Assaat lahir di Agam, Sumatra Barat, 18 September 1904. 

Sewaktu muda, Assaat mengenyam pendidikan di Perguruan Adabiah dan MULO (sekolah menengah pertama) di Padang. 

Lulus dari MULO, Assaat lanjut sekolah ke STOVIA, sekolah kedokteran di Jakarta. 

Namun, saat sekolah di STOVIA, Assaat merasa dirinya tidak cocok untuk menjadi seorang dokter. 

Assaat pun memutuskan untuk keluar dari STOVIA dan melanjutkan pendidikan ke AMS (sekolah menengah atas). 

Setelah selesai di AMS, Assaat melanjutkan studinya ke Rechtshoogeschool te Batavia (sekolah tinggi hukum) di Jakarta. 

Sewaktu menjadi mahasiswa di RHS, Assaat mulai berkecimpung dalam gerakan kebangsaan, gerakan pemuda, dan politik. 

Saat itu, Assaat aktif dalam organisasi pemuda bernama Jong Sumatranen Bond.

Baca juga: Jong Sumatranen Bond: Latar Belakang, Pertentangan, dan Tokoh

Kiprah Politik

Sejak Assaat bergabung dalam Jong Sumatranen Bond, kiprah politiknya kian meningkat. 

Assaat diangkat menjadi Pengurus Besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. 

Jong Sumatranen BondWikipedia Jong Sumatranen Bond

Lalu, ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia menyatukan diri dalam Indonesia Muda, Assaat dipilih sebagai Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda. 

Meskipun masih berstatus mahasiswa, Assaat sudah bergabung dalam Partai Indonesia (Partindo). 

Sayangnya, kegiatan Assaat di bidang politik pergerakan kebangsaan ini diketahui oleh pengajar dan pihak Belanda. 

Akibatnya, Assaat tidak diluluskan. 

Karena merasa tersinggung karena sudah dikeluarkan dari RHS, Assaat pun memutuskan untuk hengkang dari Indonesia dan pergi ke Belanda.

Justru sewaktu di Belanda Assaat berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Mr) atau Sarjana Hukum.

Setelah menyelesaikan pendidikan hukum di Belanda, Assaat kembali ke Tanah Air tahun 1939. 

Pasukan Belanda menunggu keberangkatan dari Semarang ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda IINationaal Archief Pasukan Belanda menunggu keberangkatan dari Semarang ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II

Assaat bekerja sebagai advokat hingga tahun 1942, saat Jepang masuk ke Indonesia. 

Pada zaman Jepang, Assaat diangkat sebagai Camat Gambir dan kemudian Wedana Mangga Besar di Jakarta. 

Baca juga: Gelar Mr di Zaman Belanda, Artinya Bukan Mister

Diasingkan

Sejak tahun 1948 hingga 1949, Assaat menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP)

Saat itu, Assaat menjadi ketua KNIP terakhir sampai KNIP dibubarkan tanggal 15 Desember 1949. 

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Ketua KNIP, Assaat bekerja sebagai Pejabat Presiden RI di Yogyakarta. 

Ketika Assaat sedang bertugas sebagai pejabat presiden RI di Yogyakarta, Belanda melancarkan Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. 

Assaat Datuk Mudo Wikimedia Commons Assaat Datuk Mudo

Pada saat itu, Assaat pun ditangkap oleh Belanda bersama dengan Soekarno dan Bung Hatta. 

Assaat dengan tokoh-tokoh lainnya kemudian diasingkan ke Manumbing, Pulau Bangka.

Baca juga: Komite Nasional Indonesia (KNIP): Tujuan Pembentukan dan Tugasnya

Pemangku Sementara Presiden RI

Setelah Belanda mendapat tekanan internasional, pada 1949 para pemimpin Republik Indonesia termasuk Assaat dibebaskan.

Agresi Militer Belanda II pun juga berakhir pada tanggal 20 Desember 1949. 

Usai Assaat dibebaskan, ia kembali ke Yogyakarta. 

Lalu, pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda bersedia untuk mengakui kedaulatan Indonesia. 

Setelah Indonesia sudah diakui kedaulatannya oleh Belanda, Assaat ditunjuk untuk mengisi jabatan sebagai pejabat Presiden.

AssaatWikimedia Commons Assaat

Assaat bertugas sebagai pemangku jabatan pejabat Presiden RI sejak 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950.

Baca juga: Pengakuan Kedaulatan

Jabatan Menteri

Ketika sudah tidak lagi menjabat sebagai pejabat sementara Presiden RI, Assaat pindah ke Jakarta. 

Di Jakarta, Assaat menjadi anggota parlemen DPR-RI dan duduk dalam Kabinet Natsir menjadi Menteri Dalam Negeri sejak September 1950 hingga Maret 1951.

Setelah Kabinet Natsir bubar, Assaat kembali menjadi anggota parlemen selama empat tahun.

Tahun 1955, Assaat menjabat sebagai formatur kabinet bersama Soekiman Wirjosandjojo dan Wilopo 

Pemberontakan PRRI/Permestahttp://ikpni.or.id/ Pemberontakan PRRI/Permesta

Assaat bersama dua tokoh lainnya ingin mencalonkan Bung Hatta sebagai Perdana Menteri. 

Namun, upaya ketiganya gagal karena secara formal, keinginan mereka ditolak oleh Parlemen. 

Baca juga: Kabinet Hatta I: Penetapan, Susunan, Kebijakan, dan Upaya Penggulingan

Bergabung dalam PRRI

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Kebijakan ini pun ditentang oleh Assaat, karena menurutnya Demokrasi Terpimpin Bung Karno seakan-akan terlalu condong ke sayap kiri atau Partai Komunis Indonesia (PKI).

Karena pertentangannya tersebut, Assaat pun kerap diawasi oleh intelijen Indonesia serta PKI. 

Demi menyelamatkan diri, Assaat memutuskan untuk melarikan diri bersama keluarganya ke Sumatra. 

Sesampainya di Sumatra, Assaat berdiam diri selama beberapa hari di Palembang, Sumatra Selatan.

Saat itu, di Palembang terbentuk Dewan Garuda, Dewan Banteng, dan Dewan Gajah. 

Ketiga dewan ini bersatu untuk menentang Soekarno yang sudah dipengaruhi oleh PKI. 

Buntut dari munculnya tiga dewan ini adalah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Assaat yang waktu itu baru saja sampai di Sumatra Barat bergabung dengan PRRI. 

Baca juga: PRRI: Latar Belakang, Tuntutan, Anggota, Penumpasan, dan Dampaknya

Wafat

Setelah PRRI digempur oleh pemerintah pusat, Assaat berkeliaran di hutan-hutan Sumatra.

Ketika berada di hutan-hutan Sumatra Barat dan Sumatra Utara, Assaat merasa kondisi kesehatannya sudah tidak lagi baik. 

Assaat ditangkap dan mendekam di penjara dalam kondisi fisik yang sudah sangat lemah. 

Ia dipenjara selama empat tahun, sejak 1962 hingga 1966. 

Assaat baru dibebaskan setelah pergantian rezim dari Orde Lama menjadi Orde Baru. 

Pada tanggal 16 Juni 1976, Assaat wafat di rumahnya di Warung Jati Jakarta Selatan. 

 

Referensi: 

  • Absor, Nur Fajar. (2020). Memoar Mr. Assaat Datuk Mudo: Perannya dalam Mempertahankan Eksistensi Republik Indonesia Tahun 1949. Jawa Timur: Spasi Media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com