Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertempuran Karbala, Awal Mula Perpecahan Islam Sunni dan Syiah

Kompas.com - 10/11/2021, 11:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertempuran Karbala adalah peperangan antara pasukan Husain bin Ali melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Umayyah.

Peperangan yang terjadi di dekat Sungai Efrat (sekarang Irak) ini berlangsung pada 10 Muharram 61 Hijriyah atau 10 Oktober 680 Masehi.

Dalam pertempuran ini, kubu Husain bin Ali, yang jumlahnya jauh lebih sedikit, harus menerima kekalahannya.

Meski secara militer skala pertempuran ini tidak besar, tetapi dampaknya sangat luar biasa.

Bahkan Pertempuran Karbala dianggap sebagai peristiwa yang menandai dimulainya perpecahan Islam Sunni dan Syiah.

Latar belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, muncul perselisihan di antara umat Muslim tentang siapa yang pantas menggantikannya.

Sebagian besar masyarakat akhirnya menerima pemerintahan khalifah Abu Bakar, yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab.

Namun, selalu ada pihak yang merasa bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan juga menantu Nabi Muhammad, adalah pilihan yang lebih baik.

Ketika khalifah ketiga, Utsman bin Affan, dibunuh oleh kaum oposisi yang tidak puas dengan kepemimpinannya, Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah berikutnya.

Namun, Ali bin Abi Thalib juga dibunuh dan kekuasaan akhirnya direbut oleh lawannya, Muawiyah I.

Di saat yang sama, kaum Muslim di Kufah segera membaiat Hasan bin Ali sebagai khalifah selanjutnya.

Untuk menghindari perang perebutan kekuasaan lebih lanjut antara Muawiyah I dan Hasan, kedua belah pihak sepakat menandatangani Perjanjian Hasan-Muawiyah.

Baca juga: Pertempuran Gaugamela: Latar Belakang, Jalannya Perang, dan Akhir

Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa kursi kekhalifahan akan diberikan kepada Hasan, apabila Muawiyah meninggal lebih dulu.

Namun, Hasan yang notabene lebih muda, ternyata meninggal lebih dulu karena diracun. Alhasil, oleh pihak Muawiyah, perjanjian sebelumnya dianggap batal.

Muawiyah lantas berusaha memastikan bahwa putranya, Yazid, akan diterima sebagai khalifah berikutnya.

Berbeda dengan proses pemilihan khalifah sebelumnya, Muawiyah meminta semua pendukungnya untuk bersumpah setia kepada Yazid.

Setelah naik takhta, Yazid menulis surat kepada gubernur Madinah agar menuntut kesetiaan dari Husain bin Ali, adik Hasan.

Padahal, masyarakat banyak yang tidak puas dengan pemerintahan Yazid. Husain segera memanfaatkan peluang tersebut untuk merebut kembali takhta kekhalifahan.

Terlebih lagi, ia juga dipastikan akan mendapat dukungan dari Muslim di Kufah (Irak). Hal inilah yang menjadi penyebab Pertempuran Karbala.

Pasukan Husain dikepung

Mengetahui rencana Husain, Yazid langsung mempersiapkan pasukannya, yang diperkirakan berjumlah 3.000 hingga 5.000 orang.

Yazid sendiri tidak berpartisipasi dalam pertempuran dan mempercayakan tanggung jawab pemimpin perang kepada sepupunya, Ubaidullah bin Ziyad.

Pada 9 September 680 M, Husein meninggalkan Mekah bersama sekitar 100 pendukungnya, yang terdiri dari anggota keluarga terdekat Nabi Muhammad, termasuk wanita dan anak-anak.

Di perjalanan, rombongan ini mendapat kabar buruk bahwa Kufah telah berhasil dibungkam oleh Yazid.

Kendati demikian, para pendukung Husain tidak gentar dan melanjutkan perjalanan mereka ke Kufah.

Ketika Husain dan pendukungnya memasuki dataran Karbala, pasukan Umayyah telah menghadang dan kemudian mengepung mereka.

Lukisan yang menggambatkan pasukan lawan berkemah di Karbala.Wikimedia Commons Lukisan yang menggambatkan pasukan lawan berkemah di Karbala.

Pada hari kesembilan Muharram, pasukan Husain telah kehabisan persediaan air dan hanya memiliki pilihan menyerah atau mati.

Sebab, apabila tidak menyerah, mereka hampir dipastikan akan mati karena kalah jumlah.
Husain sebenarnya membebaskan pengikutnya untuk melarikan diri, tetapi mereka tidak mau meninggalkannya.

Baca juga: Perang Yarmuk, Perang Pembuka Islam Melawan Kekaisaran Romawi

Perang berkecamuk

Pada 10 Oktober, perang telah berkecamuk sejak subuh, di mana para pendukung Husain mulai maju menghadapi musuh.

Meski telah berjuang sekuat tenaga, kekuatan mereka tetap tidak sebanding dengan pasukan Umayyah.

Menjelang siang hari, pendukung Husain banyak yang telah tewas dibantai, termasuk anak-anak.

Meski Husain juga telah terluka parah akibat tembakan panah, ia masih berusaha bangkit hingga akhirnya meninggal karena dipenggal.

Pertempuran pun diakhiri setelah sekitar 70 orang dari pihak Husain terbaring tidak bernyawa.
Sementara dari kubu Umayyah, hanya kehilangan sekitar 88 orang dari ribuan pasukannya.

Dampak Pertempuran Karbala

Tragedi tewasnya Husain bin Ali, yang merupakan cucu Nabi Muhammad, mengejutkan umat Muslim.

Citra Yazid pun semakin buruk, dan Pertempuran Karbala menjadi salah satu sebab Bani Umayyah dapat digulingkan sekitar tujuh dekade kemudian dalam peristiwa pemberontakan berdarah.

Sebelum meletus pertempuran, umat Muslim sebenarnya telah terbagi menjadi dua faksi politik. Akan tetapi, perbedaan syariat dan akidah belum berkembang.

Pasca Perang Karbala, perpecahan antara kaum Sunni dan Syiah di seluruh penjuru dunia Islam semakin kentara.

Pengaruh pertempuran ini terhadap Islam Sunni dan Syiah pun berbeda. Oleh Muslim Syiah, hari ke-10 pada bulan Muharram dalam Kalender Hijriyah kemudian diperingati sebagai Hari Asyura.

Pertempuran Karbala juga disebut sebagai peristiwa yang mengilhami Revolusi Islam Iran pada 1978.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com