Di Cirebon, alat yang digunakan dalam upacara Ujungan adalah tongkat rotan ukuran kurang lebih 125 cm.
Alat yang digunakan adalah bedug, ketuk kenong, gendang, gong, dan kecrek.
Jumlah wiyaganya adalah lima orang.
Kemudian, di Bekasi, jejak Ujungan terekam dalam artefak dan gerabah yang ditemukan di sekitar situs Buni Bebelan.
Alat yang digunakan adalah tongkat rotan berukuran 60 cm, dilakukan oleh dua orang, baik perempuan dan laki-laki.
Para pemain Ujungan pun akan saling beradu kesaktian dengan menggunakan tongkat yang dimainkan berdasarkan keahlian masing-masing.
Tradisi ini dipimpin oleh wasit yang disebut Bobotoh.
Bobotoh akan menggunakan tongkat panjang atau selendang sebagai alat pemimpin pertandingan.
Seperti pertandingan pada umumnya, akan selalu ada aturan, sebagai berikut:
Setiap pukulan yang berhasil mengenai sasaran tersebut disebut Balan, di mana yang berhasil memukul sasaran akan mendapat nilai.
Pemenang dalam permainan ini, selain ditentukan dari nilai Balan juga ditentukan dari siapa yang keluar dari arena atau tunduk.
Baca juga: Tari Topeng Kuncaran dari Jawa Barat
Sebenarnya, tujuan awal dari upacara Ujungan adalah untuk memanggil hujan ketika musim kemarau melanda, seperti yang dilakukan di daerah Jombang.
Sama juga dengan di Probolinggo, di mana penari yang akan dicambuk melakukannya tanpa diperintah melainkan secara sukarela.
Namun, seiring berjalannya waktu, tradiri Ujungan sudah tidak lagi hanya sebagai sarana meminta hujan, tetapi sebagai pertunjukan seni dan hiburan biasa.
Dalam pertunjukan tersebut, tidak ada ketentuan siapa yang menang dan kalah.
Permainan akan berakhir ketika kedua penari yang diadu telah merasa cukup.
Referensi: