KOMPAS.com - Pada zaman dulu, manusia purba tidak hanya memiliki kemampuan membuat berbagai peralatan sehari-hari dari batu dan logam, tetapi mereka juga mampu membuat perhiasan.
Menurut para ahli, perhiasan pertama kali dikenal manusia purba pada masa bercocok tanam, atau bersamaan dengan Zaman Neolitikum.
Hal ini diperkuat dengan peninggalan-peninggalan perhiasan dari periode tersebut.
Kemampuan pembuatan perhiasan manusia purba pun berkembang seiring berkembangnya zaman.
Pada masa bercocok tanam, manusia purba mulai mengenal perhiasan-perhiasan yang terbuat dari batu dan kulit kerang.
Dari berbagai temuan, dapat diketahui sedikit tentang cara pembuatannya. Untuk membuat gelang misalnya, pertama-tama batu akan dipukul hingga berbentuk bulat dan gepeng.
Permukaan atas dan bawah yang rata kemudian dicekungkan hingga bertemu dan membentuk sebuah lubang.
Setelah itu, sisi-sisi gelang akan diumpam menggunakan batu asah untuk mendapatkan bentuk yang dikehendaki.
Perhiasan seperti ini banyak ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dari temuan di Tasikmalaya, diketahui bahwa bahan-bahan gelang umumnya terdiri atas batu pilihan, seperti agat, kalsedon, dan jaspis berwarna putih, kuning, cokelat, merah, serta hijau.
Ukuran gelang yang dibuat oleh manusia purba pada periode ini beragam, yakni berdiameter antara 24-54 mm dengan tebal sekitar 6-17 mm.
Selain gelang, ditemukan pula perhiasan lain berupa kalung yang terbuat dari batu indah, seperti batu akik.
Baca juga: Masa Bercocok Tanam: Ciri-ciri, Kehidupan, dan Peninggalan
Sementara perhiasan manusia purba zaman prasejarah yang tinggal di pesisir pantai terbuat dari kulit kerang.
Von Koenigswald melaporkan temuan gelang-gelang kulit kerang dari Krai, dekat Surakarta, bersama dengan sejumlah manik-manik.
Mengenai pembuatannya, ada kemungkinan untuk mengurdi, seperti tradisi di Luzon Utara.
Tradisi pembuatan perhiasan manusia purba di Indonesia berlanjut ke Zaman Logam.