Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Djaja, Majalah Kebudayaan Umum Tahun 1970

Kompas.com - 24/08/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Budaya Djaja adalah majalah yang pernah terbit dalam khasanah media massa Indonesia sekitar tahun 1970-an. 

Budaya Djaja adalah majalah kebudayaan umum yang berisi tentang esai, cerpen, sajak, kritik, sketsa, dan sejenisnya.

Majalah BD sendiri diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKD) yang beralamatkan di Jalan Teuku Umar No. 6, Jakarta.

Tujuan terbitnya Budaya Djaja adalah untuk mewadahi segala hasil pemikiran, gagasan, dan kreasi masyarakat secara umum.

Baca juga: Bromartani, Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa

Tujuan

Budaya Djaja adalah majalah kebudayaan umum yang terbit di awal abad 20, sekitar tahun 1970. 

Majalah ini diasuh dan diisi oleh para intelektual muda, seniman, dan budayawan. 

Pada edisi No. 20/Tahun III/ Januari 1970, majalah Budaya Djaja dijual dengan harga eceran sebesar 50 rupiah. 

Budaya Djaja diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKD) yang beralamatkan di Jalan Teuku Umar No. 6, Jakarta. 

Misi dari Budaya Djaja sendiri adalah hendak mengembangkan dan meningkatkan sastra dan budaya sebagai alat dialog antarpakar dan antarmasyarakat. 

Alat yang digunakan untuk majalah BD adalah kertas koran dan bersampul kertas HVS yang kemudian disebarluaskan secara nasional. 

Sasaran untuk pembaca majalah Budaya Djaja adalah masyarakat umum, terutama masyarakat yang merasa berkepentingan dengan masalah kebudayaan.

Majalah bulanan ini terbit dengan tujuan untuk mewadahi segala hasil pemikiran, gagasan, dan kreasi masyarakat secara umum. 

Tujuan Budaya Djaja sendiri semakin dipertegas oleh Gubernur DKI Ali Sadikin, ia menyatakan bahwa dalam kehidupan kebudayaan modern, majalah merupakan hal yang bersifat mutlak.

Terutama untuk majalan yang menampung hasil-hasil pemikiran dan hasil-hasil cipta para pemikir, budayawan, serta seniman yang mewakili segala aliran.

Dengan adanya majalah budaya ini, komunikasi antara para budayawan dan para pencipta juga dapat berjalan lebih baik dan lancar.

Baca juga: Mengapa Belanda Mendirikan Sekolah di Indonesia?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com