KOMPAS.com - Servius Dumais Wuisan atau yang akrab disapa Mais Wuisan adalah tokoh yang memimpin gerakan Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado.
Kala itu, SD Wuisan bersama Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu berusaha mengambil alih markas Belanda yang ada di Manado.
Namun, sebelum perebutan terjadi pada 14 Februari 1946, keduanya berhasil ditangkap oleh Belanda.
Akibatnya, rencana pemberontakan ke tangsi militer Belanda dipindahtugaskan kepada Komando Mambi Runtukahu, pemimpin anggota KNIL dari orang Minahasa.
Bersama dengan rakyat Manado lainnya, mereka berhasil membebaskan C Taulu dan Wuisan serta beberapa pemimpin lain yang tengah ditawan.
Usai berhenti terlibat dalam medan perang, Wuisan diangkat sebagai Anggota DPRD Sulawesi Utara, tahun 1980.
Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Belanda
Mais Wuisan lahir di Airmadidi, 8 November 1914. Ia adalah putra dari Sadrak P Wuisan dan Magdalena B Mandagi.
Ketika Wuisan berusia 20 tahun, ia masuk dalam tentara Koninklijk Nederlandsch Indische Lager atau KNIL, tentara Hindia Belanda.
Setahun kemudian, April 1935, Wuisan dipindahtugaskan ke Padang Panjang, Sumatra Barat.
Lalu, Februari 1936, ia kembali dipindahkan ke Fort de Kock-Bukittinggi. Di sana Wuisan bertugas di Geweermaker.
Kemudian, tahu 1937, SD Wuisan masuk Kaderschool Magelang, sekolah militer dan menempuh pendidikan selama tujuh bulan.
Usai pendidikan, Wuisan dipindah ke Malang.
Baca juga: Peristiwa Merah Putih di Manado
Kepindahan Wuisan ke Malang yaitu untuk mengikuti Verbindingsgroep en Afd. Mitraileur en Infantri Geschut atau Grup Koneksi dan Departemen Senapan Mesin dan Senapan Infanteri.
Setelah itu, tahun 1938/1939, ia kembali masuk ke kaderschool untuk menjalani pendidikan sersan selama delapan bulan.
Setelah pangkat sersan ia emban, Wuisan dipindah kembali ke Malang sebagai instruktur atau pengajar di bagian persenjataan.