KOMPAS.com - Pada 1901, Belanda gencar membuka sekolah bagi kalangan pribumi, khususnya kelas menengah ke bawah.
Hal tersebut dilakukan karena membuka sekolah merupakan bagian dari Politik Etis, upaya balas budi kepada rakyat Indonesia setelah menerapkan sistem tanam paksa.
Selain itu, Belanda juga ingin mendidik para tenaga birokrat (pegawai negeri), dokter, dan insinyur agar dapat dipekerjakan di perusahaan atau kantor dinas tertentu.
Baca juga: Jibakutai, Pasukan Berani Mati pada Masa Jepang
Sejak tahun 1911, Belanda telah menetapkan anggaran khusus untuk membangun sekolah bagi pribumi.
Sekolah yang didirikan mulai dari sekolah rendah, menengah, hingga tingkat tinggi.
Berdirinya sekolah-sekolah buatan Belanda di Indonesia tentu bukan tanpa suatu alasan.
Salah satu kebijakan yang diterapkan di Politik Etis adalah mengenai edukasi dan pendidikan.
Kebijakan ini sudah diterapkan sejak 1902 oleh Alexander WF Idenburg, Menteri Daerah Jajahan.
Sejak tahun tersebut, pemerintah Belanda telah membuka banyak sekali sekolah rendah bahkan di pelosok-pelosok desa.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat bumiputra.
Sekolah-sekolah yang didirikan adalah Sekolah Rakyat, Hollandsch Inlandsche School (sekolah rendah kalangan elit bumiputra), dan vervolgschool (sekolah lanjutan), dan banyak lainnya.
Baca juga: Margonda: Peran dan Perjuangannya
Selain itu, didirikannya sekolah di Indonesia merupakan sebuah bentuk balas budi kolonial Belanda kepada penduduk Indonesia, karena telah menerapkan sistem tanam paksa
Belanda sudah sangat lama mengambil kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia, yang kemudian membuat rakyat pribumi tidak pernah sejahtera.
Kendati demikian, sebagian anak-anak bumiputra kalangan menengah ke bawah yang bersekolah tetap ada batasan dari mereka, bahkan intervensi.
Tujuan lain Belanda mendirikan sekolah di Indonesia adalah untuk memperoleh tenaga kerja yang murah.