KOMPAS.com - Traktat London atau Perjanjian London adalah perjanjian antara Inggris dan Belanda yang ditandatangani pada 17 Maret 1824.
Perjanjian ini dibuat sebagai dampak dari perubahan yang terjadi di Eropa.
Kekalahan Napoleon dalam Perang Eropa di Leipzig pada April 1814 memengaruhi politik di tanah jajahan, termasuk Indonesia.
Indonesia, yang kala itu sedang dikuasai Inggris, akhirnya harus dikembalikan kepada Belanda.
Akhirnya, Indonesia kembali diserahkan kepada Belanda pada 19 Agustus 1816.
Setelah Jawa diserahkan kepada Belanda, Raffles pergi ke Sumatera dan menjadi Gubernur Bengkulu sampai tahun 1818.
Rafles berani melakukan hal ini karena wilayah Sumatera dan Kalimantan tidak diikutsertakan dalam Konvensi London yang diberlakukan pada 1814.
Konvensi itu menyebutkan bahwa Inggris harus mengembalikan sebagian wilayah Indonesia kepada Belanda, sementara Afrika Selatan, Sri Lanka, dan India tetap dikuasai Inggris.
Saat ditemui utusan Belanda, Raffles justru menunjukkan bukti kesetiaan para penguasa Sumatera kepadanya.
Raffles kemudian menunjukkan kekuasaannya dengan menaikkan bendera Inggris di Bengkulu dan Lampung.
Di saat yang sama, para raja yang dilengserkan oleh Belanda ia angkat kembali.
Pada 29 Januari 1819, Raffles berhasil menguasai Singapura.
Tujuan dari penaklukkan ini adalah untuk mencari tempat perlindungan pelayaran Inggris ke Asia Timur, menghadang upaya monopoli Belanda, mengumpulkan barang dagang, dan tempat berhenti kapal-kapal Inggris untuk membongkar muatan.
Singapura pun perlahan-lahan menyaingi kedudukan Batavia dan Inggris banyak memperoleh keuntungan dari strateginya ini.
Tindakan ini jelas mengundang kemarahan Belanda, hingga akhirnya kedua negara tersebut mengadakan perundingan.
Baca juga: Perjanjian Postdam: Tokoh, Isi, dan Dampak
Traktat London ditandatangani pada 17 Maret 1824, yang isinya adalah sebagai berikut.
Baca juga: Perjanjian Salatiga: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya
Dengan ditandatanganinya Traktat London, Belanda benar-benar kembali menguasai seluruh wilayah nusantara.
Oleh karena itu, Belanda melakukan beberapa penataan pemerintahan.
Jawa yang sebelumnya dibagi menjadi 16 karesidenan pada zaman Raffles, ditambah menjadi 20 karesidenan. Belanda juga menghapuskan hakim dan membentuk Landraad.
Untuk menandingi kompeni dagang Inggris, Belanda membentuk Nederlandse Handel Maatschapaij (NHM) pada 1824.
NHM kemudian menjalankan usaha pengangkutan dan penjualan hasil-hasil bumi dari Indonesia.
Usaha NHM mencapai puncaknya saar dilaksanakan cuulturstelsel atau sistem tanam paksa.
Referensi: